Notes on notes of The Mute's Soliloquy


Notes on notes of The Mute's Soliloquy




Notes and letters collected in this book was written in a hurry without checked again, except for some parts. This is not because things are not allowed on the road better and wider. The letters in this set was never sent to the address in question, also because there is no other possibility. All written after 1973, the year the author received permission to write.
       It is just a personal note. Fall into the hands of unwanted material could turn into a process-verbal. The opportunities of writing depends on the intuition of "security" as a political prisoner, the unplanned, poorly maintained its shape, just like bulk water. Not infrequently occur replications are normally undesirable. Then some friends of political prisoners RI demanded learn and to read. Further consequence: circulated from hand to hand as a magazine without knowing the sensor preventive and repressive All records are not personal in the end robbed of being part of a personal nature can be saved by various friends in various ways in ruins, half-destroyed or faded, but there is also a fully intact.
       In those who never read the original records and found irregularities or abnormalities in this publication would be able to understand their causes.
      Some, who never read by friends, did not get here, because it has been since the Buru intentionally destroyed after the "I.", baccalaureate history of Yogyakarta, report it to the authorities, resulting in a series of interrogations. Medium before it, notes the trip from Jakarta to Nusa Kambangan and in the first months on Buru, had already burned because the paper search operation in Unit III.
       An official who does not stand to see the situation of political prisoners, at one time advised: face all playing with a kite; strong winds stretching yarn, there's no wind drag the yarns. If not, you will be annihilated all. Advice and recommendations I admit participate and influence over the fate of the letters in this set. Without listening to the advice or suggestion is obvious this paper will never be printed because the author is so bike or salted fish in a shroud. Thank you to the official.
       Thank you for infinity, and is so entitled, is in all and every person who, because of international solidarity and human allows for leeway to write in exile since July 1973, especially Amnesty International, Indonesia Steering Committee, (body what else?), is a very personal impressive in this connection, of course, Professor. Dr. Wertheim and Carmel Boediardjo.
       Of course, because that is personal salvation, which was originally meant to commemorate return a has-been and store the responses during, for not just disappeared in a step by the process of decline, this publication will also feel it is personal. This publication is based on the following considerations: what and how any sensory experience and mind of a person, let alone written down, he became part of the experience of a nation and mankind in general. Get rid of these considerations are another consideration for not publishing it.
      Before printing the manuscript down to its already reserved the possibility of a party who will be upset, one that requires the abolisment of certain experiences -- both nodes in the network is more extensive experience, who finally tied the experience of each and every person in that same period -- just because the axiom: crime taboo witnesses. What may make, the experience is the right of people who have to do with it by himself, and no power can take it away. At most one could discredit, and to the myriad of reasons it could be deployed, especially if it's available funds and the strength and power to mobilize.
      Final words need to be addressed -- because as a practical script I never open the open again, let alone reviewed --, profuse thanks to the folks Joesoef Isak, who was putting it back together and edit it in the form today. Without the efforts of his ways, of course, manuscript-lived so the stack of paper off .-- PAT

Jakarta, 1988
****

Catatan atas catatan**

Catatan dan surat-surat yang terhimpun di dalam buku ini ditulis terburu-buru tanpa diperiksa kembali, ke­cuali beberapa bagian. Ini tidak lain karena keadaan tidak memungkinkan menempuh jalan lebih baik dan lebih luas. Surat-surat dalam himpunan ini tidak pernah terkirim pada alamat yang dimaksud, juga karena tidak ada kemungkinan lain. Semua ditulis setelah 1973, tahun penulis mendapat izin menulis.
    Memang ini hanya catatan pribadi. Jatuh ke tangan yang tidak dikehendaki bisa berubah jadi materi proces-verbaal. Kesempat­an-kesempatan menuliskannya tergantung pada intuisi “keamanan” sebagai tapol, maka tidak terencana, tidak terpelihara bentuknya, laksana air curah saja. Tak jarang terjadi ulangan yang dalam keadaan normal tidak dikehendaki. Kemudian beberapa orang teman tapol RI mengetahui dan menuntut membacanya. Konsekwensi selanjutnya: beredar dari tangan ke tangan sebagai majalah tanpa mengenal sensor preventif maupun repressif. Seluruh catatan yang tidak bersifat pribadi pada akhirnya terampas sedang sebagian yang bersifat pribadi dapat diselamatkan oleh berbagai teman dengan berbagai cara dalam keadaan hancur, setengah hancur atau kabur, tetapi ada juga yang sepenuhnya masih utuh.
    Pada mereka yang pernah membaca catatan semula dan me­nemukan penyimpangan atau kelainan dalam terbitan ini kira­nya dapat memahami sebab-sebabnya.
    Sebagian, yang pernah dibaca oleh teman-teman, memang tidak dida­patkan di sini, karena sudah sejak di Buru sengaja dihancurkan setelah "I.", sar­­­jana muda sejarah dari Yogya itu, melaporkannya pada penguasa, meng­­­akibatkan beberapa kali terjadi interogasi. Sedang sebelum itu, catat­an perjalanan dari Jakarta ke Nusa Kambangan dan di bulan-bulan pertama di Buru, sudah lebih dahulu dibakar karena operasi pencarian kertas di Unit III.
    Seorang pejabat yang tidak tahan melihat keadaan para tapol, pada suatu kali menasehatkan: hadapi semua seperti main layang-layang; angin kencang ulur benang, tak ada angin tarik benang. Kalau tidak, kalian akan tumpas semua. Nasehat dan anjurannya aku akui ikut berpengaruh atas nasib dan surat-surat dalam himpunan ini. Tanpa mendengarkan nasihat atau anjuran tersebut jelas tulisan ini tidak akan pernah tercetak karena penulis sudah jadi peda atau ikan asin dalam kain kafan. Terimakasih kepada pejabat tersebut.
    Terimakasih tak terhingga, dan memang jadi haknya, adalah pada semua dan setiap orang, yang karena solidaritas internasio­nal dan manusiawinya memungkinkan adanya kelonggaran menulis dalam pembuangan sejak Juli 1973, khususnya Amnesti Internasional, Komité Indonesia, (badan apa lagi?), sedang pri­badi yang sangat mengesankan dalam hubungan ini tentu saja Prof. Dr. Wertheim dan Carmel Boediardjo.
    Barang tentu karena yang diselamatkan itu bersifat pribadi, yang pada mulanya dimaksud untuk mengenangkan kembali yang sudah-sudah dan menyimpan tanggapan-tanggapan semasa, agar tidak lenyap begitu saja dalam langkah oleh proses kemerosot­an, terbitan ini juga akan terasa sifatnya yang pribadi. Pener­bitan ini didasarkan pada pertimbangan: apa dan bagaimana pun penga­laman indrawi dan batin seorang pribadi, apalagi dituliskan, ia jadi bagian dari pengalaman suatu bangsa dan umat manusia pada umumnya. Pertimbangan tersebut yang menyingkirkan pertimbangan lain untuk tidak menerbitkannya.
    Sebelum naskah diturunkan ke percetakan sudah dicadangkan ke­mungkinan adanya pihak yang akan menjadi gusar, yaitu yang menghendaki hapusnya pengalaman tertentu – simpul-simpul dalam jaringan peng­alaman lebih luas, yang akhirnya mengikat pengalaman setiap dan semua orang dalam masa yang sama itu – hanya karena aksioma: kejahatan menabukan saksi. Apa boleh buat, pengalaman adalah hak orang yang mengalami untuk di­apakan saja olehnya sendiri, dan tak ada kekuatan yang bisa merampasnya. Paling-paling orang bisa mendiskreditkan, dan untuk itu segudang alasan memang bisa dikerahkan, apalagi kalau memang tersedia dana dan kekuatan dan kekuasaan untuk mengerahkan.
    Akhir kata perlu disampaikan – karena sebagai naskah praktis tak pernah saya buka-buka lagi, apalagi diperiksa kembali –, te­rimakasih sebesar-besarnya kepada bung Joesoef Isak, yang telah menyusunnya kembali dan mengeditnya dalam bentuk sekarang ini. Tanpa jerih-payahnya tentu saja naskah itu tinggal jadi tumpukan kertas mati.– P.A.T.
                          Jakarta, 1988
_______________

*     “Catatan atas Catatan” ini dimuat dalam Lied van een Stomme, 1988-1989, edisi Belanda Nyanyi Sunyi Seorang Bisu.                                                           
*****

Subowo bin Sukaris
HASTA MITRA Updated at: 3:48 PM