Inilah bedanya -- (era) SBY vs Jokowi

Inilah bedanya -- (era) SBY vs Jokowi

mbah subowo bin sukaris

Semasa SBY (2004-2014, seringkali terjadi bencana alam dibanding semasa Jokowi (2014--). Masa SBY terjadi gempa besar Yogya dan seantero Nusantara, gunung meletus antara lain: Bromo, Merapi, Kelud, dlsb. 

      SBY pada jamannya memang pilihan rakyat nomor satu, tidak ada pemimpin lain yang sekelas dan lebih baik dari dirinya. SBY merupakan pilihan terbaik waktu itu. Waktu itu Jokowi masih jadi walikota Solo, selanjutnya gubernur DKI. Peluang dan kesempatan karier Jokowi yang diawali sebagai pengusaha mebel hingga berhasil kini sebagai RI 1, memang tidak lepas dari peranan pemerintah SBY yang membuka pintu kebebasan publik selebar-lebarnya. 
      Jokowi yang dipercaya sebagai titisan si Satrio Piningit oleh salah satu sesepuh golkar yang kini telah wafat, itu mampu mengalahkan saingan beratnya dalam pilpres tempo hari.
      Terngiang masa-masa lalu yang kini betebaran sebagai plakat-plakat, "Masih ingat to jamanku Orde Baru yang selalu mendengungkan jargon -- ABRI memiliki organisasi lebih baik daripada sipil, dan juga sdm dari ABRI lebih baik daripada sdm sipil." 
      Dan ujungnya semua saja tanpa kecuali bertekad bulat meminta "Eyang" terus tetap memimpin negeri. Itulah kampanye efektif sejagad.
      Berkat pemerintahan SBY kini sipil bahkan golongan peranakan Tionghoa bisa menduduki jabatan publik, sebagai sedikit bukti antara lain Jokowi dan Ahok.
      Korupsi memang merajalela pada masa SBY, dan juga masa Jokowi. Bedanya waktu itu (semasa SBY) partai penguasa sendiri justru yang paling banyak terlibat urusan korupsi. Hambalang dll. Dan endingnya mereka semua yang terbukti melakukan tindak kejahatan itu mendapat hukuman masing-masing tanpa campurtangan penguasa. Itu juga kelebihan pemerintahan SBY dalam bidang keadilan hukum.
      Jika Jokowi sekarang sibuk membangun infrastruktur, maka itu juga landasannya berasal dari iklim yang dibangun pada era SBY, landasan sdm pegawai sipil dan militer maupun dari segi finansial juga dari era SBY. Jadi  wajar saja kebijakan yang dilanjutkan oleh kebijakan Jokowi seperti disebutkan di atas. 
      Beberapa minggu terakhir, media sosial maupun media komersil  ramai mempertentangkan SBY dan Jokowi, menurut hemat kami, sebaiknya masing-masing dari mereka ditempatkan sesuai peran pada jamannya.
      Kesejahteraan pegawai secara umum hampir sama saja antara era SBY dan Jokowi. Pada sektor tertentu memang terjadi pengetatan anggaran, akan tetapi itu hanya menyangkut prosentasi kecil saja secara keseluruhan tingkat kesejahteraan pegawai.
      Mengenai kegaduhan politik era SBY baik dalam legislatif maupun eksekutif merupakan sisa Orba yang hendak bangkit akan tetapi dapat diredam sebaik-baiknya, maka kegaduhan saat ini (2016) masih juga kelanjutan dari era yang sama. Paradigma politik Orba yang antikomunis sekaligus fasis dan otoriter itu memang belum berubah hingga detik ini. Hanya saja pada prakteknya sudah bermetamorfosa antara lain perburuan para koruptor, teroris, dan sindikasi narkoba.
      Jaman SBY memang kehidupan bermasyarakat dan bernegara membutuhkan sosok "peredam kejut" dalam segala segi kehidupan. Peran sebagai "shockbreaker" itu dengan sangat baik dijunjung pada pundak SBY yang sudah lama dikenal sebagai sosok siaga dan "cool".
      Era Jokowi memang luarbiasa gairah dan animo masyarakat dan dunia usaha membangun berbagai properti pribadi maupun komersil, wajar saja iklim usaha itu mengikuti era pembangunan infrastruktur pemerintahan Jokowi yang terus menerus menggenjotnya di berbagai sektor.
      Semasa SBY kiprah Osama bin Laden cq Al-Qaeda yang berusaha menggoyang kemapanan dunia bebas, semasa Jokowi peran Al-Qaeda digantikan dengan baik oleh ISIS yang berani berperang secara frontal melawan berbagai pemerintahan sah. 
      Kebijakan menghadapi gejolak dunia itu, dalam hal ini kedua presiden (Jokowi & SBY) menempuh garis yang sama, berkiblat dan bersekutu dengan dunia Barat cq Amerika Serikat sekaligus berusaha membikin prestasi sendiri dengan menumpas sendiri organisasi "teroris" di dalam negeri.
      SBY tidak pernah campurtangan terhadap KPK yang mengobok-obok partai demokrat, KPK bahkan mencokok ketua umum partai demokrat, dan juga lainnya ramai-ramai disidik KPK. Mereka yang berstatus tersangka dan diadili pada  berakhir di balik jeruji besi. Tak ada intervensi terhadap KPK guna menjaga kejayaan partai sendiri, itu satu kelebihan SBY.
      Dibandingkan SBY, maka Jokowi yang bukan ketua umum partai politik relatif lebih bebas mengatur pemerintahan tanpa beban dari partai pengusungnya. Dalam praktek penyelenggaraan negara, maka Jokowi tampak leluasa tanpa ewuh-pakewuh terhadap para menterinya. Sedangkan mengenai koalisi partai pengusungnya, maka sekali lagi tanggung jawab itu berada di pundak negosiator, yakni sang ketua partai. 
      Maka Jokowi tidak perlu repot-repot bertanggung jawab terhadap koalisi pengusungnya, tanggung jawab itu sepantasnya berada di pundak ketua umum partai asal Jokowi sendiri. Berbeda dengan posisi SBY yang presiden sekaligus organisator penanggungjawab koalisi partai pengusung dirinya  dalam pilpres.
      SBY yang selalu terkesan "wait and see" nyata sekali walau jelas sekali pulau Sipadan dan Ligitan tengah dijarah negeri tetangga. Bisa dibayangkan seandainya hal semacam terjadi pada era Jokowi, sebagai contoh aktual sekarang ini seperti yang tengah berlangsung tatkala 10 WNI disandera Abu Sayyaf di sekitar wilayah Mindanao. Gelaran TNI, Polri dan unsur intelijen hendak dikerahkan ke tkp, akan tetapi mengingat berbagai faktor dan salah satunya taat pada aturan negeri orang maka segala persiapan besar-besaran untuk penyerbuan itu urung dijalankan.
      Jokowi terkesan taktis dan strategik, ia selalu berhasil menempatkan posisi dirinya dengan baik. Tak pernah salting, bahkan tampak lebih elegant menghadapi situasi pelik. Contohnya waktu Ahok mengadu soal Kalijodo, soal reklamasi pantai Jakarta, soal lain-lain. Jokowi bisa memberi komentar yang mantap.
      Jikalau SBY pernah menjadi salah satu menteri era Megawati. Jokowi juga pernah menjadi salah satu gubernur era SBY. Mega bukan secara bawah sadar ingin membalas kelakuan masa lalu SBY, akan tetapi pertimbangan Mega mengusung Jokowi memang salah satu faktor yang satu ini disukai media (media darling).
      SBY terkenal dengan kediamannya di Cikeas, sebuah wilayah sebelah Timur kota Bogor yang sejuk; "Eyang" terkenal dengan Cendananya. Jokowi? Jokowi rupanya pindah-pindah antara istana Merdeka yang gerah dan istana Bogor yang sejuk. Tak terdengar kediaman khusus Jokowi kecuali di Solo, atau semasa gubernur DKI di rumah dinas gubernur.
      Jokowi dan SBY sama-sama pernah menyelenggarakan pesta mantu putra beliau masing-masing tatkala menduduki posisi RI 1.
      SBY pasca menjadi penguasa, atau sesudah turun panggung dari RI 1 bisa menyibukkan diri mengonsolidasi partai Demokrat. Jokowi kelak tidak perlu repot-repot ngurus partainya, kecuali andai beliau terpilih sebagai ketua umum partai pengusungnya itu.
      Program pendidikan dan kesehatan era SBY dan Jokowi tidak ada perbedaan mencolok. Semasa Jokowi dilakukan screening terhadap ijasah para pengawai negeri, dan hasilnya banyak menelan korban karena terindikasi yang menggunakan ijasah palsu langsung tersingkirkan.
      Kenaikan BBM semasa SBY sangat jarang terjadi, kalaupun naik dikompensasikan dengan pembagian dana bagi penduduk penyandang kurang kesejahteraan. Kebijakan pengalihan subsidi bbm semasa SBY itu kini diakali oleh Jokowi dengan trik fluktuasi harga bbm secara berkala. Alhasil kini tiada lagi pengalihan subsidi bbm menjadi pembagian dana bagi si kurang mampu.
      Mengenai hobi, SBY suka menyanyi sampai bikin album segala. Sedangkan Jokowi hanya terdengar soal menyukai musik metal.
      SBY dan Jokowi sama-sama dari bangsa Jawa. SBY berasal dari Pacitan, Jawa Timur, dulu daerah di tepi pantai selatan ini era 40-50-60-an merupakan wilayah basis andalan partai komunis. 
      Jokowi berasal dari Solo, Jawa Tengah, sebuah wilayah tak jauh dari pusat kerajaan Jawa posisinya pedalaman letaknya dekat pegunungan akan tetapi jauh dari pantai utara maupun pantai selatan Jawa.
      Pada awal masa pemerintahan (100 hari) baik SBY maupun Jokowi diterpa isu pelengseran dari posisi masing-masing mereka yakni sebagai RI 1
      SBY dan Jokowi sama-sama memiliki wakil presiden Jusuf Kalla (JK) pada masa awal kemenangan mereka masing-masing dalam pilpres.

*****

Subowo bin Sukaris
HASTA MITRA Updated at: 8:26 PM