Biografi Pemimpin Partai Komunis Tiongkok


Biografi Pemimpin Partai Komunis Tiongkok

Han Suyin

Alley, Rewi (1897–1987). Lahir di Selandia Baru, tergabung dalam Pasukan Ekspedisi Selandia Baru dalam Perang Dunia I. Pergi ke Tiongkok pada 1926, mendarat di Shanghai pada permulaan 1927. Bekerja pada International Famine Relief Commission yang juga menangani rehabilitasi kerusakan karena banjir. Selanjutnya ia bekerja sebagai inspektur sebuah pabrik di Shanghai. Ia terlibat dalam gerakan bawahtanah kaum komunis bersama Agnes Smedley. Dalam tahun 1938 bersama Edgar Snow dan istrinya, ia mendirikan Gung Ho Movement untuk koperasi industri di Tiongkok. Ia melakukan perjalanan ke seluruh pelosok Tiongkok, tahu sangat banyak tentang negeri Tiongkok, budaya dan rakyatnya melampaui banyak orang lain. Ia bergabung dalam proyek-proyek Bailie School dan mendirikan sekolah di Shandan, Tiongkok Barat Laut. Setelah kemenangan kaum komunis pada 1949, ia tinggal di Beijing, banyak melakukan perjalanan dan banyak menulis secara mendalam.

Bo Gu (Po Ku, yang dikenal juga dengan Qin Bangsian atau Chin Pangshian) (1907–1946). Bergabung dalam gerakan politik pelajar ketika di sekolah menengah, pada 1925 menjadi anggota Partai Komunis Tiongkok (PKT), dikirim ke Moskow pada 1926. Selanjutnya ia pergi ke basis Ruijin, terjadi pertentangan politik dengan Mao. Ia ikut ambil bagian dalam Long March di Tsunyi. Mao – dengan dukungan sejumlah jenderal dan juga Zhou Enlai – mengambilalih pimpinan barisan, Bo Gu dikeluarkan dari pimpinan.

Bo Yibo (Po I Po atau Po Yi Po) (17 Februari 1908–15 Januari 2007 ). Bergabung dengan PKT pada 1926 ketika berumur 18 tahun, pada 1932 dipenjarakan. Dibebaskan pada 1936 dan melakukan kegiatan secara terbuka sebagai seorang komunis, berhubungan erat dengan Biro Utara di bawah Liu Shaoqi. Selanjutnya menjadi Menteri Keuangan pada Oktober 1949 sampai September 1953. Ikut ambil bagian dalam Komisi Perencanaan dan Ekonomi Negara. Nasihatnya dalam bidang ekonomi mendapat perhatian. Kini (1992) berumur 84 tahun.

Chen Boda (Chen Pota) (1904–1989). Sekolah di Shanghai, bergabung ke dalam PKT pada 1924, meringkuk dalam penjara selama beberapa tahun. Setelah dibebaskan pada 1927 ia pergi ke Moskow. Kembali ke Tiongkok dan bekerja di bawah tanah di Tiongkok Utara, kemudian pergi ke Yenan, menjadi sekretaris Mao Dzedong. Ia membuktikan diri sebagai penulis produktif tentang politik untuk bertahun-tahun. Menjadi anggota Comite Central (CC) dan menduduki berbagai macam jabatan. Selama Revolusi Kebudayaan ia berdampingan dengan Lin Biao dan Komplotan Empat. Kemudian ia berselisih dengan Mao, ia ditahan setelah konspirasi Lin Biao dibongkar.

Chen Duxiu (Chen Tuhsiu) (1879–1942). Salah seorang tokoh utama Gerakan 4 Mei 1919. Berasal dari keluarga pejabat, Chen studi arsitektur dan bahasa Prancis. Ia pergi ke Jepang, kembali pada 1902, selanjutnya ke Prancis dari 1907 sampai 1910. Ia menulis tentang berbagai sistem politik, pada 1916 mendirikan majalah Youth, kemudian dinamai New Youth. Chen tertarik pada Marxisme, dan pada Mei 1919 ia mengukuhkan keraguannya terhadap demokrasi liberal Barat. Pada 1920 ia bertemu dengan agen Komintern Voitinsky, bersama sebelas orang lainnya, ia mendirikan Partai Komunis Tiongkok (PKT). Ia ikut serta dalam membangun front umum antara PKT dengan Kuomintang menghadapi kaum rajaperang. Pada 1927, Chiang Kaishek yang menjadi panglima Tentara Persatuan Nasional, berbalik memusuhi kaum komunis serta melakukan pembunuhan massal di seluruh Tiongkok. Chen yang berkukuh berkompromi dengan Kuomintang sesuai dengan garis Komintern, dijatuhkan dan dipecat dari PKT dalam bulan November 1929. Selanjutnya ia menamai dirinya sebagai pengikut Trotsky. Pada 1932 ia ditahan oleh polisi Prancis di Shanghai di daerah konsesi Prancis dan diserahkan kepada pemerintah Kuomintang. Ia dipenjara sampai 1937, dibebaskan ketika dibentuk Front Persatuan menghadapi Jepang pada tahun tersebut.

Chen Yi (Chen I) (1901–1972). Lahir di Provinsi Sichuan, ia berasal dari keluarga pejabat, bercita-cita hendak menjadi penyair dan pelukis. Pergi ke Prancis pada 1919. Untuk waktu singkat ia studi di sekolah seni. Pada 1921 ia terlibat dalam peristiwa Lyons, lalu diusir. Ia kembali ke Sichuan pada 1922, menjadi anggota Partai dalam tahun 1923. Pada 1926 ia bergabung bersama Zhou Enlai di Guangzhou, ikut ambil bagian dalam pemberontakan Nanchang pada 1 Agustus 1927. Ia salah seorang sahabat Zhou di sepanjang hidupnya, menjadi Menteri Luar Negeri ketika Zhou melepaskan jabatan itu pada 1957. Ia menjadi salah seorang dari sepuluh marsekal yang menjadi target Revolusi Kebudayaan, meninggal pada 1972 karena penyakit kanker.

Chen Yun (1905–1995). Lahir di dekat Shanghai, ia salah seorang di antara pemimpin PKT yang benar-benar berasal dari “buruh” (penyusun huruf di percetakan), bergabung dengan Partai pada 1924. Ia membantu Zhou Enlai dalam pemogokan Februari-Maret 1927 untuk dapat mengontrol kota Shanghai, ketika pasukan ekspedisi sedang bergerak maju. Ia berada di basis Ruijin, ikut serta dalam Long March. Selanjutnya ia bertugas di bidang perburuhan di wilayah yang dikuasai Kuomintang. Berbeda dengan pemimpin lain, ia tidak melawat ke Uni Soviet sebelum ikut serta dalam Long March. Ketika ia pergi ke Uni Soviet pada Juli 1935 dan tinggal untuk selama dua tahun, ia tidak begitu men­dapat sambutan Komintern. Pada 1937 ia berada di Provinsi Xinjiang, sampai di Yenan pada akhir 1937. Ia berselisih dengan Mao dalam politik Lompatan Be­sar Jauh ke Depan, dan juga terhadap organisasi ekonomi. Berlanjut di bawah Zhou Enlai, ia sebagai Wakil PM, mempunyai perannya dalam ekonomi. Penga­ruhnya dalam ekonomi cukup dominan, terutama pada masa 1949-1952, juga setelah Lompatan Besar. Dewasa ini ia dipandang sebagai “konservatif,” menen­tang reformasi ekonomi. Ini tidaklah benar, yang ia tentang ialah perubahan tergesa-gesa, “modernisasi” yang direncanakan dengan buruk yang terbukti telah banyak membuat runtuh negara-negara Dunia Ketiga. Program moderat ‘langkah demi langkah” Chen Yun agaknya tidak sepenuhnya cocok dengan kebutuhan masa kini, sekalipun demikian ia masih menjadi sumber rujukan berharga.

Deng Xiaoping (Teng Hsiaoping) (22 Agustus 1904–19 Februari 1997). Lahir di Provinsi Sichuan, nama sebenarnya Kan Tsekao. Nama tenar serta gagasannya yang penting dalam perkembangan modernisasi Tiongkok, menjadikan dirinya dalam banyak hal sebagai penerus Zhou Enlai. Satu catatan pendek biografi tidak memadai baginya. Selanjutnya lihat biografi dirinya dalam buku Uli Franz 1987 dan Harcourt Brace Jovanovich 1988. Biografi politik oleh Chi Hsin 1988.

Deng Yingchao (Teng Yingchao) (1904–1992). Istri Zhou Enlai, salah seorang tokoh populer yang menjadi panutan di Tiongkok dewasa ini. Di masa muda ia mendapatkan dorongan ibunya untuk aktif dalam gerakan mahasiswa. Bertemu Zhou Enlai pada 1919 ketika ia bergabung ke dalam Serikat Kesadaran. Ia tetap tinggal di Tiongkok untuk menjalankan organisasi tersebut, selanjutnya menjadi guru di sekolah perempuan Tajen yang didirikan oleh Ma Qianli. Menikah dengan Zhou Enlai pada 1925. Menjadi anggota Partai mungkin sekitar 1924. Ia menderita sakit tuberkulosis, tapi ikut ambil bagian dalam Long March, meski sering berada dalam tandu. Kegiatan hidupnya tidak dapat dipisahkan dengan kedudukan suaminya. Sekalipun demikian, ketika Zhou menjadi Perdana Menteri Tiongkok, perannya ditujukan terutama dalam kepemimpinan kaum perempuan untuk mendapatkan hak-haknya. Ia memberikan pengaruh yang besar karena dedikasinya yang panjang dan terus-menerus dalam perjuangan terhadap kebebasan perempuan serta kesejahteraan anak.

Fei Xiaotung (Fei Hsiaotung) (1910– ). Masuk Universitas Yenjing dan Universitas London. Selama perang melawan Jepang (1937-1945) ia berada di Universitas Southwest China. Mendapatkan sejumlah penghargaan dan jabatan sesudah 1949. Melakukan sejumlah studi tentang kondisi kaum tani. Pada 1957 ia dicap sebagai “kanan” karena tidak setuju dengan rencana pendidikan tinggi PKT, tetapi direhabilitasi pada 1959. Sebagai anggota partai non-komunis Liga Demokrasi ia banyak melakukan perjalanan keluar negeri.

Fei Yiming (1908–1988). Lahir di Shanghai, masuk Universitas Katolik, seorang ahli bahasa yang fasih dalam bahasa Prancis, Inggris, dan Jerman. Ia dikenal terutama sebagai pengelola koran terpandang Takungpao (pertama di Shanghai, kemudian di Hongkong). Ia bukan saja berhasil tetap bertahan selama Revolusi Kebudayaan, tetapi juga dalam menjaga pengaruh buruknya di Hongkong. Ia salah seorang sahabat dekat Zhou Enlai.

Feng Yuxiang (Fong Yuhsiang) (1882–1948). Salah seorang dari ribuan rajaperang Tiongkok yang sangat berwarna-warni. Ia berasal dari keluarga tani miskin, meraih kekuasaan dengan mengorganisasi pasukannya sendiri yang berasal dari kaum tani. Berbeda dengan rajaperang dan para militeris, ia tidak pernah kehilangan hubungan baik dengan anak buahnya. Sikapnya terbuka terhadap pikiran baru, di antaranya agama Kristen yang dilaksanakannya dengan warnanya sendiri. Ia membaptis serdadunya dengan pipa api. Ia menikahi Li Techuan (Li Dequan) yang berpendidikan Kristen, istrinya ini kemudian menjadi Menteri Kesehatan Umum, dan memberinya lima anak antara 1925-1930. Sesudah menempuh perjalanan sebagai rajaperang yang amat menarik, Feng mendukung pemerintah Komunis, ia sendiri tidak pernah masuk ke dalam Partai.

Fu Lienchang (Nelson Fu) (1898–1969). Dokter pertama dalam barisan Tentara Merah Komunis. Ayahnya seorang Kristen, Nelson Fu diasuh oleh seorang petugas misi Protestan Inggris, ia lulus dari sekolah kedokteran yang dikelola oleh misi di Provinsi Fujian, tempat kelahirannya. Ia menyaksikan kegagalan pemberontakan pasukan komunis pada 1 Agustus 1927, dan hatinya sangat tergerak. Ia bergabung ke dalam PKT pada 1928, selanjutnya menuju basis Mao di Pegunungan Jingang, ikut bergerak dalam pasukan ke Ruijin. Ia men­dirikan sejumlah rumahsakit, sekolah perawat Pasukan Merah, ikut serta dalam Long March. Rupanya ia menderita sakit tuberkulosis, karenanya menyatakan kepada Zhou Enlai ia tahu bagaimana merawat isterinya, Deng Yingchao yang terkena penyakit yang sama. Ia sangat mengabdi pada pekerjaannya, karena itu Mao dan para pemimpin lain amat menghormatinya. Selama Revolusi Kebu­dayaan ia mendapat siksaan, meninggal karena perlakuan buruk dari Pengawal Merah pada 1969.

Fu Tsoyi (Fu Zoyi) (1895–1974). Lulusan Akademi Militer Baoding, bergabung dengan Kuomintang. Ia tersohor karena perlawanannya terhadap Jepang pada 1936 di Tiongkok Utara, hanya sedikit tentara Chiang Kaishek yang melakukan hal yang sama. Seperti halnya Tsai Tingkai, ia diberi kepercayaan untuk melakukan “likuidasi” terhadap kaum komunis, yang berlanjut setelah Perang Dunia II. Tetapi sejak 1948 ia berubah pikiran. Selanjutnya ia memiliki karier bagus sebagai Menteri Tenaga Listrik dan Konservasi Air. Selama Revolusi Kebudayaan ia mendapatkan perlindungan Zhou Enlai.

Gao Gang (Kao Kang) (1891–1966). Bergabung ke dalam PKT bersama Liu Jidan, pada 1927 terjadi pemberontakan kaum tani. Pada 1930-an bersama Liu Shaoqi, mendirikan basis gerilya pertama di dekat Bao An. Kemampuannya mendapatkan pujian Mao, pada 1945 ia ke Manchuria bersama Lin Biao, Chen Yun, dan Li Fuchun membangun basis melawan Kuomintang. Setelah meraih sukses besar maka pada Mei 1949 membentuk Daerah Militer Timur Laut. Gao membangun saluran dengan pemerintah Uni Soviet, sering tanpa melakukan konsultasi dengan atasan. Ia dipindah ke Beijing pada 1953. Karena dituduh “berkomplot”, ia bunuhdiri di penjara.

Geng Biao (Keng Piao) (Agustus 1909– ). Lahir di Hunan, dalam umur belasan tahun sudah mengikuti kegiatan bawah tanah PKT, pada 1929 bergabung dengan Mao di Ruijin. Keberaniannya yang menonjol selama Long March serta kualitas pribadinya yang kuat, membuatnya menjadi sosok populer di mana pun ia berada. Ia membantu Nie Rongzhen dalam membangun basis. Setelah 1949 ia banyak menggunakan waktunya di luar negeri, utusan RRT pertama di beberapa negara.

Greene, Felix (1909–1985). Seorang wartawan Inggris, bersaudara dengan penulis Graham Greene. Ia bekerja di BBC, kemudian menjadi wartawan bebas. Ia membuat wawancara televisi pertama dengan Zhou Enlai (1960). Ia membuat film dokumenter panjang tentang Tiongkok, Tibet, dan Vietnam, menulis sejumlah buku, termasuk A Curtain of Ignorance, menunjukkan adanya penyebaran informasi menyesatkan yang disengaja tentang Tiongkok di Amerika Serikat.

Gung Peng (Kung Peng) (1915–1970). Kuliah di Universitas Yenjing, salah satu aktivis mahasiswa sejak dini. Ia pergi ke Yenan dan membantu Zhou Enlai. Menjadi sangat populer karena menjabat sebagai sekretaris Zhou bidang pers. Ia menikah dengan Qiao Guanhua, kemudian berdua mereka bertugas pada Kantor Berita Xinhua di Hongkong (1946-1949). Kemudian ia mengepalai Bagian Informasi di bawah Zhou Enlai, membantu Zhou dalam banyak perjalanan keluar negeri. Selanjutnya ia menjabat sebagai Pembantu Menteri Luar Negeri. Meninggal karena pendarahan otak pada 1970.

Gung Pusheng (Kung Pusheng) (1917– ), saudara perempuan Gung Peng. Lulus dari Universitas Yenjing, ia melawat ke Amerika, berteman baik dengan Eleanor Roosevelt. Ia menduduki jabatan penting di Kementerian Luar Negeri, menjadi duta besar untuk beberapa tahun, tetap aktif dalam hubungan internasional. Ia menikah dengan Zhang Hanfu (almarhum), seorang sahabat Zhou Enlai, dan juga diplomat terkenal.

Guo Lungzhen (Kuo Lungchen, dikenal juga dengan nama Guo Liyin) (1893–1930). Pelajar perempuan dari suku Hui (beragama Islam), sejak dini tikut serta dalam kegiatan revolusioner, menjadi anggota Serikat Kesadaran yang didirikan Zhou Enlai. Ia menjadi anggota PKT pada 1922, dan studi ke Prancis (1922-1925). Ia kembali ke Tiongkok, kemudian ditangkap, disiksa dan dibunuh pada 1930.

Guo Moro (Kuo Mojo) (1892–1977). Salah seorang tokoh penting dalam kesusasteraan revolusioner Tiongkok, ia juga seorang penerjemah dan arkeolog. Perhatiannya terhadap sains sebanyak terhadap kesusasteraan. Ia menerjemahkan Walt Whitman, banyak puisi Prancis, memperkenalkan “gelombang baru” blank verse, puisi dengan irama tapi tanpa sajak. Ia bertemu Zhou Enlai pada 1924. Di sepanjang hidupnya ia punya pengaruh besar dalam mengetengahkan masalah kaum intelektual agar menjadi perhatian para pemimpin komunis, sekalipun perannya ini diabaikan.

Hatem, George (Ma Haide) (1910–1988). Lahir di Buffalo, New York, orangtuanya seorang Libanon. Studi kedokteran di AS, kemudian di Beirut dan Geneva. Pada 1933 pergi ke Shanghai, melakukan penelitian penyakit-penyakit kelamin dan kulit. Pada 1936 bersama Edgar Snow ia melakukan perjalanan ke basis kaum komunis yang dibangun pada akhir Long March di Tiongkok Utara. Ia menjalankan profesinya di basis gerilya sampai 1949, menjadi penasihat kesehatan Tentara Merah. Ketika pembebasan pada 1949, ia ikut membantu membangun Kementerian Kesehatan Umum, punya peran penting dalam kampanye besar-besaran memerangi penyakit kelamin. Setelah terbasminya penyakit kelamin ini pada 1958-1959, ia pun ikut ambil bagian dalam pemberantasan lepra. Selanjutnya ia mengambil paspor Tiongkok dan mengubah namanya menjadi Ma Haide. Ia diangkat menjadi anggota Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Tiongkok (KKPRT). Banyak menerima penghargaan, termasuk Lasky Prize dari Amerika Serikat. Ia salah seorang tokoh yang sangat dihormati dan dipuji di Tiongkok, meninggal pada 1988 karena kanker.

He Xiangning (Madam Liao Zhungkai yang dikenal juga sebagai Ho Hsiangning) (1876–1972). Seorang pelukis dan patriot, tidak pernah menjadi komunis, pendiri Komite Revolusioner Kuomintang pada 1948, salah satu dari 8 partai demokratis. Ia diangkat sebagai ketua kehormatan Komisi Tionghoa Perantauan, sekalipun yang menjalankan pekerjaan itu anak lelakinya, Liao Chengzhi. Karya lukisannya dihargai tinggi oleh para ahli seni.

Ho Lung (He Lung) (1896–1969). Seorang yang selalu bergerak cepat dan riang. Ia tidak pernah menerima pendidikan formal. Lahir sebagai penggembala, ia tersohor karena keberaniannya. Pada umur 14 tahun ia membunuh seorang hakim setempat yang korup, membuat dirinya sebagai buron tersohor. Ia ikut ambil bagian dalam ekspedisi 1 Agustus 1927 yang melakukan perlawanan bersenjata, ia menjadi seorang komunis dengan pengaruh Zhou Enlai. Sekalipun menurut dugaan ia setengah butahuruf, ia seorang pemimpin yang menarik, sahabat dekat Zhou Enlai. Ia mengambil bagian dalam Long March, kemudian menjadi salah seorang dari 10 orang marsekal pada 1958. Selama Revolusi Kebudayaan, ia menjadi salah satu target Pengawal Merah. Sekalipun Zhou berusaha menye­lamatkan dirinya, ia meninggal karena tidak mendapatkan pengobatan terhadap penyakit diabetesnya.

Hua Guofeng (Hua Kuofong) (16 Februari 1921– ). Lahir dari kalangan petani, bergabung ke dalam Tentara Merah pada 1936 sesudah Long March. Ia menjabat sebagai sekretaris Partai di Provinsi Hunan dan bekerja di daerah pedalaman. Ia dikenal karena ketelitian dan kejujurannya. Pada 1959 bertemu Mao, yang rupanya terkesan dengan sikap Hua Guofeng di atas. Selamat dari Revolusi Kebudayaan, pada 1972 dikirimkan ke Guangzhou untuk memulihkan ketertiban. Ia diangkat sebagai anggota Politbiro pada 1973, bertugas dalam Keamanan Umum pada 1975. Pada 7 Februari 1976, empat minggu setelah wafatnya Zhou Enlai, ia diangkat sebagai Pejabat Perdana Menteri. Dalam bulan Oktober 1976, ia ditunjuk sebagai pengganti Mao sesuai dengan surat wasiatnya. Dengan kembalinya Deng Xiaoping, ia kehilangan posisinya yang dominan, tetapi tetap menjadi anggota CC. Hua dihormati karena perilakunya yang mulia di sepanjang waktu.

Hu Tsungnan (1896–1962). Salah seorang jenderal Chiang Kaishek yang punya kemampuan, lulus dari Akademi Militer Huangpu, tempat ia bertemu dengan Zhou Enlai. Ia dipercaya Chiang memimpin salah satu pasukan terbaik. Selama perang Tiongkok-Jepang, ia bermarkas di Xian, dari situ ia melakukan operasi penggerebegan terhadap pusat-pusat yang dicurigai sebagai komunis serta para mahasiswa yang hendak meninggalkan daerah di bawah kontrol Kuomintang, menuju ke basis-basis komunis. Untuk sementara waktu ia sangat dihormati karena berhasil merebut Yenan, tetapi lalu mengalami kekalahan total. Pada 1948 ia pergi ke Taiwan bersama Chiang Kaishek.

Huang Hua (25 Januari 1913– ). Nama sebenarnya ialah Wang Rumei, belajar di Universitas Yenjing, sekitar umur 20 tahun ia bergabung ke dalam PKT bawah tanah. Ia salah seorang organisator demonstrasi mahasiswa anti Jepang dalam bulan Desember 1935. Pada 1936 pergi ke Yenan, menjadi penerjemah Mao dengan Edgar Snow. Ia ikut serta dalam pembicaraan gencatan senjata pada 1953 dalam Perang Korea, bersama Zhou Enlai ke Bandung pada 1955. Ia ditunjuk sebagai Duta Besar pertama di PBB, New York-1972. Bersama isterinya yang cantik dan pintar, Ho Li Lian, Huang Hua melakukan hubungan inter­nasional yang luas.

Joris Ivens (1898–1989). Lahir di Belanda, mula-mula tertarik pada fotografi, bekerja magang di pabrik Ica dan Ernemann, kemudian Zeiss (1924-1925). Ia ikut serta dalam gerakan mahasiswa, pada 1930 melawat ke Uni Soviet. Pada 1937 ikut ambil bagian dalam Perang Saudara di Spanyol, di situ ia bertemu dengan Ernest Hemingway, John Dos Pasos, Lilian Hellman. Ia membuat film panjang dokumenter tentang Perang Spanyol. Pada 1938 pergi ke Tiongkok dan bertemu Zhou Enlai di Wuhan tahun itu juga. Ia tak pernah mencapai Yenan sebagai yang direncanakannya, tapi atas permintaan Zhou ia memberikan kamera beserta sejumlah besar rol film untuk dikirim ke Yenan. Sebuah yayasan Amerika mengundangnya untuk membuat film. Ia juga membuat film di Indonesia dan Vietnam. Beberapa kali kembali ke Tiongkok pada 1958 dan 1961. Pada 1971-1975 ia membuat film dokumenter berseri sebanyak 12 bagian tentang Tiongkok. Ia terus berkarya dalam bidang film sampai meninggalnya.

Jiang Qing (Chiang Ching) (1914–1991). Lahir dari kalangan keluarga miskin, pergi ke Tianjin pada 1927 bersama ibunya yang menjanda. Pada 1931 ia menjadi anggota kelompok teater kiri. Pada 1933 menjadi anggota PKT dan pergi ke Shanghai. Ia dipenjarakan oleh Kuomintang untuk waktu singkat 1934-1935. Dengan nama Lan Ping (Apel Biru) menjadi aktris film, dan pada 1937 pergi ke Yenan. Bertemu Mao dan mulai hidup bersamanya pada 1938, menikah dengan Mao pada 1939. Sampai 1965 ia tidak pernah ambil bagian dalam seni peran yang berarti, sekalipun ia ikut serta dalam mengutuk karya seni dan film. Ia mendapatkan pengobatan kanker untuk beberapa tahun di Moskow. Sejak 1962 dan seterusnya ia mulai melakukan serangan terhadap kecenderungan “burjuis” dalam sastra dan seni serta mensponsori opera Tiongkok Baru. Ia menjadi terso­hor selama Revolusi Kebudayaan dan menjadi anggota Politbiro. Ia pun mem­bangun tim pendukungnya. Pada 1973 ia dinamai oleh suaminya sendiri, Mao, sebagai “terlalu ambisius”. Pada 1975 memimpin serangan terhadap Zhou Enlai dan Deng Xiaoping. Dalam bulan Oktober 1976, sebulan setelah wafatnya Mao, ia ditahan. Dikutuk di depan pengadilan rakyat, ditahan rumah sampai meninggalnya.

Kang Keqing (Kang Keching) (1912–1991). Lahir dari keluarga amat miskin. Pada umur 6 tahun menjadi pembantu. Ia tidak bersekolah sampai bergabung ke dalam Liga Komunis Muda pada usia 12 tahun. Ketika berumur 15 tahun ia aktif di sepuluh desa dengan membangun kelompok gerilya. Ia kawin dengan Zhu De pada 1928, bergabung ke dalam basis Mao dan menjadi anggota Partai. Pada 1932 ia menjadi komandan relawan detasemen perempuan, bertempur menghadapi kampanye “pembasmian” Chiang Kaishek. Ia ikut ambil bagian dalam Long March dengan membantu mengangkut peralatan milik laki-laki lemah atau serdadu yang terluka. Dalam seluruh hidupnya ia mengambil bagian dalam pekerjaan untuk perempuan dan anak-anak. Seorang perempuan luar biasa yang tak dikenal di Barat. Ketika terdapat gerakan anti korupsi pada 1980-an, salah seorang cucunya terlibat dalam perkosaan, ia menyetujuinya untuk ditembak mati sebagaimana diatur dalam hukum. Demikianlah ia mengabdikan keluarga sehubungan dengan soal prinsip.

Kang Sheng (1899–1975). Ia studi di Shanghai, menjadi anggota PKT pada 1924, organisator buruh di Shanghai pada 1925, direktur Departemen Organisasi PKT (organ intelijen). Pada sidang pleno Partai Januari 1931, ia bergabung ke dalam Kelompok 28 Bolshevik dan tetap sebagai kepala intelijen yang dikenal dalam bahasa Tionghoa sebagai Te Ke. Bergerak di bawah tanah di Shanghai sampai 1933, kemudian pergi ke Moskow untuk belajar teknik intelijen dan keamanan Soviet. Ia ditunjuk sebagai wakil PKT di Komite Komintern, berkawan dengan Wang Ming, pemimpin 28 Bolshevik. Keduanya muncul dalam berbagai majalah di Uni Soviet. Pada 1937 ia menyertai Wang Ming kembali ke Yenan, memangku lagi jabatan dalam intelijen dan keamanan sampai 1946, lalu digantikan oleh Le Kenung. Di Yenan ia bertanggungjawab terhadap banyak “teror” yang dilampiaskan selama Gerakan Pembetulan. Perannya kian penting selama Kongres Partai ke 7 April-Juni 1945, pada 1954 diangkat sebagai anggota Politbiro. Menjadi tokoh menonjol dalam hubungannya dengan pihak di luar Partai, bersatu dengan Mao selama perselisihan Tiongkok-Soviet (1960). Selama Revolusi Kebudayaan berada di pihak Madam Mao. Lihat Roger Faligot & Remi Kauffer, Kang Sheng et les Services Secrets Chinois, Paris, 1987.

Li Dazhao (Li Ta Chao) (1888–1927). KomunismeTiongkok dipelopori terutama oleh Chen Duxiu dan Li Dazhao. Lahir dari keluarga petani, ia masuk sekolah model baru pada 1905, selama enam tahun studi ekonomi politik, meneruskan studi ke Universitas Waseda di Tokyo (1913-1916), ia bekerja bersama kelompok revolusioner di Jepang. Kembali ke Tiongkok pada 1916, menjadi editor Youth dan New Youth yang dibangun oleh Chen Duxiu. Ia bekerja sebagai pustakawan di Universitas Peking (1918) dan profesor sejarah serta ilmu politik (1920). Ia salah seorang tokoh terkenal revolusioner dari kalangan inteligensia yang menjadi panutan. Ia tertarik pada Marxisme dan mendirikan Masyarakat Studi Sosialisme di Universitas Peking. Ia bertemu dengan agen Komintern Voitinsky, ikut serta dalam konferensi bagi persiapan pembentukan PKT di Shanghai (Mei 1921), tetapi tidak ikut hadir dalam Kongres Partai pertama (Juli 1921). Pada 1926 ia dipaksa meminta suaka di Kedutaan Soviet di Beijing, tetapi ditangkap oleh Kuomintang dan pada April 1927 dibunuh dengan cara dicekik bersama 19 orang komunis yang lain.

Li Fuchun (1900–1975). Pada 1919 ia pergi belajar ke Prancis bersama Tsai Hosen. Ia salah satu pendiri PKT cabang Prancis pada 1921. Untuk jangka lama ia melakukan kegiatan di bawah tanah, ikut serta dalam Long March. Seorang organisator unggul, dipercaya menangani bidang ekonomi dan masalah lain Partai dengan bekerjasama dengan Zhou Enlai.

Li Kenung (Li K’onung) (1898–1962). Seorang aktivis mahasiswa dalam Gerakan 4 Mei 1919, menjadi anggota Partai sejak 1922. Sejak 1925 ia melakukan pekerjaan bawah tanah, catatan menunjukkan ia dilatih di bidang intelijen pada 1928 oleh Zhou Enlai. Sejak itu perannya dalam jaringan intelijen menonjol. Ia bahkan berhasil melakukan penetrasi terhadap aparat intelijen Kuomintang. Ketika ia dan banyak yang lain dikhianati oleh Gu Shangchang, ia menyingkir ke basis Mao. Ia tetap bertugas di bidang intelijen, salah seorang peserta Long March. Ia ikut hadir bersama Ye Jianying ketika Zhou Enlai melakukan pembicaraan dengan Chiang Kaishek pada 1936-1937. Ia menjadi tokoh utama penghubung antara Kuomintang dan Komunis dalam Front Persatuan. Menjadi anggota delegasi ke Konferensi Geneva bersama Zhou Enlai pada 1954. Meninggal pada 1962 karena kanker.

Li Lisan (Li Li San) (1899–1967). Ia berhubungan dengan Mao Dzedong tetapi tidak ikut serta dalam grup Perkumpulan Studi Rakyat Baru. Pada 1919 pergi studi ke Prancis, ia bekerja bersama Tsai Hosen dan Zhou Enlai. Setelah insiden Lyons (1921) ia diusir bersama Tsai dan yang lain. Sesudah itu ia segera menjadi pemimpin buruh dan Partai yang menonjol. Ia hadir dalam Kongres Partai ke 6 yang diadakan di Moskow. Zhou ikut membela dirinya berhadapan dengan Komintern dan 28 Bolshevik. Ia tidak pernah memegang jabatan berarti sesudah 1930, meninggal karena perlakuan buruk selama Revolusi Kebudayaan.

Li Tsungjen (1892–1968). Ia penduduk Provinsi Guangxi, salah seorang rajaperang yang berhasil. Ia menghadapi pilihan antara melawan dan bersekutu dengan Chiang Kaishek. Pada 1948, ketika Chiang meninggalkan daratan ke Taiwan, Li Tsungjen menggantinya sebagai Presiden, ia mengirimkan misi perdamaian untuk melakukan pembicaraan dengan PKT. Hal itu tidak memberikan hasil, Li mengundurkan diri dan pergi ke Amerika. Ia kembali ke Tiongkok pada 1965 menjelang Revolusi Kebudayaan. Sekalipun ia mendapa perlindungan selama tahun pertama menga-muknya Pengawal Merah, kesehatannya cepat mundur dan meninggal pada 1968.

Li Xiannian (Li Hsien Nien) (1905–1992). Ia lahir sebagai anak seorang tukang kayu, ikut bergabung ke dalam Pasukan Ekspedisi Utara pada 1926, ketika terjadi perpecahan dengan Chiang Kaishek ia tetap bergabung dengan pasukan Komunis. Pergi ke Yenan pada 1937 dan menjadi organisator kekuatan gerilya. Ia bergabung ke dalam Pasukan 4 Baru dan ambil bagian dalam melakukan terobosan. Sesudah 1949 ia menjadi Walikota Wuhan, selanjutnya Wakil Perdana Menteri dan Menteri Keuangan pada 1954. Menjadi Presiden RRT, pensiun karena kesehatannya. Salah seorang pemimpin yang sangat dihormati dengan integritasnya yang tinggi.

Liang Szecheng (Liang Sucheng) (1901–1972). Putra seorang pejabat dan reformis terkenal Liang Qichao (Liang Chi Chao) yang prosa merdunya memberikan pengaruhnya kepada Zhou Enlai. Lulus dari Universitas Tsinghua dan mendapat gelar MA dalam arsitektur dari Universitas Pennsylvania. Ia berjuang keras dalam melindungi situs sejarah dan bangunan tua, dan dipandang sebagai seorang “burjuis.” Masuk ke dalam PKT pada 1958, ia memimpin de­legasi dalam Konferensi Arsitektur Internasional ke 8 di Paris, Juni 1965. Selama Revolusi Kebudayaan ia mendapatkan perlakuan buruk dari Pengawal Merah. Atas anjuran Zhou Enlai, penulis mengunjunginya pada 1969. Ini dimaksudkan untuk mengurangi serangan terhadap dirinya, juga menengok dan menjenguk seseorang yang sedang sakit.

Liao Chengzhi (Liao Chengchih) (1906–1983). Satu-satunya cara meng­gambarkan orang ini ialah tampan, penuh semangat petualangan, dan penuh humor. Anak lelaki Liao Zhungkai, pada 1924 menjadi seorang revolusioner ketika umurnya baru 16 tahun, bergabung ke dalam PKT pada 1927. Ia bekerja di kapal yang membawanya ke Eropa pada 1928, mencoba melakukan pemogokan di antara anak buah kapal yang mayoritas orang Tionghoa. Ia ditahan di Belanda, kemudian di Jerman dan dikirim ke Tiongkok pada 1932. Ia memimpin kelompok komunis bawah tanah di Shanghai. Kariernya sangat beragam, ia sangat menyukai anjing Peking dan juga ikan hering Belanda. Selama Revolusi Kebudayaan ia dianiaya, tetapi dapat selamat.

Liao Mengxin (Liao Menghsin, dikenal juga sebagai Grace Liao) (1909–1988). Saudara perempuan Liao Chengzhi. Untuk waktu lama ia menjadi sekretaris Soong Chingling, terkenal giat dalam Front Persatuan dan organisasi Tionghoa Perantauan di Tiongkok.

Liao Zhungkai (Liao Chungkai) (1877–1925). Tokoh penting dan berhasil dari keturunan keluarga Tionghoa Perantauan. Mula-mula ia mendukung Sun Yatsen dengan pengaruh dan uangnya. Komunitas Tionghoa Perantauan memberikan sumbangannya dalam proses revolusioner orang Tionghoa pada permulaan abad 20. Liao memberikan sumbangan kekayaan pribadinya dalam menggalakkan kemajuan negerinya. Ia banyak memiliki koneksi di Jepang, tempat Sun Yatsen telah membangun basis kuat bagi Liga Persatuan, pendahulu Partai Nasionalis atau Kuomintang. Liao dapat berbicara banyak bahasa, menerima pendidikannya sebagian di Amerika. Ia menjadi menteri yang sangat setia dan besar du­kungannya pada Sun Yatsen, tetapi kemudian tersingkir oleh orang-orang sangat ambisius. Kuomintang memandang dirinya sebagai penghalang bagi “sayap kanan,” ia dibunuh pada 1925.

Lin Biao (Lin Piao) (1907–1971). Rupanya dia bukanlah aktivis sejak muda, tetapi pada 1925 ia mendapatkan beasiswa masuk ke Akademi Militer Huangpu. Kemampuan pribadinya tidaklah diragukan, tetapi jika dia dipandang sebagai ahli strategi militer Tiongkok (sebagai yang dipercaya oleh sejumlah sinolog Barat), jika diperiksa dengan saksama tidaklah tepat, apalagi dibanding dengan sejumlah tokoh militer PKT. Ketika bergabung dalam pemberontakan Nanchang, ia belum berumur 20 tahun. Ia berada di bawah Zhu De dan Chen Yi ketika mereka melakukan pengunduran diri untuk mencapai basis yang didirikan oleh Mao. Rupanya penampilan Lin Biao menarik perhatian Mao, ia menulis surat kepadanya. Lin dengan cepat meningkat karier militernya, ikut serta dalam Long March, meski ia sering sakit-sakitan yang tercatat selama itu. Ia menjadi Rektor Universitas Kangta yang didirikan di Yenan. Dalam tahun 1955 ia tercatat sebagai orang ketiga di antara 10 marsekal militer sesudah Zhu De dan Peng Dehuai. Ia nampak juga “sakit” selama masa kritis, di antaranya selama Perang Korea, ia berada di Moskow sebagai pasien. Sekalipun ia diangkat sebagai calon pewaris pengganti Mao, ia melakukan komplotan terhadapnya dan tewas secara dramatis.

Lin Boju (Lin Pochu) (1886–1960). Mula-mula ia menjadi anggota Liga Persatuan yang didirikan oleh Sun Yatsen. Ketika Kuomintang bertentangan dengan Komunis, ia berpihak kepada kaum komunis dan ikut serta dalam pemberontakan Nanchang pada 1 Agustus 1927. Ia melawat ke Moskow lewat Jepang, dan sampai pada 1928, kembali ke Tiongkok pada 1932. Ia bergabung dengan basis Mao di Ruijin, berpihak pada Mao dan Deng Xiaoping berhadapan dengan klik Wang Ming, ia pun ikut diturunkan. Ikut serta dalam Long March dalam bagian logistik. Ia membantu Zhou ketika melakukan perundingan dengan Chiang Kaishek 1936-1937. Ia salah satu dari pemimpin tinggi yang masuk ke Beijing pada 1949 dalam kemenangan yang damai. Kariernya terus menanjak di bawah Zhou, menangani badan penelitian hukum, kemudian badan penelitian ilmu politik. Ia selalu tertarik pada masalah reformasi bahasa Tionghoa, selanjutnya ia banyak mencurahkan tenaganya di bidang ini. Ia meninggal karena serangan jantung.

Liu Bocheng (Liu Pocheng) (1892–1986). Salah satu tokoh veteran Tentara Merah yang menonjol, sudah sejak muda menjadi seorang perwira yang kehilangan satu matanya dalam suatu pertempuran. Sejak itu ia mendapat nama julukan Naga Bermata Satu. Seperti halnya Zhu De dan sejumlah kecil rajaperang, Liu bergabung ke dalam Kuomintang, ketika terjadi perpecahan ia berpihak pada Komunis dan pergi ke Nanchang. Ia membantu Ho Lung dalam pemberontakan 1 Agustus 1927. Pada akhir 1927 ia ke Moskow, selama tiga tahun studi di Akademi Militer Tentara Merah. Ia kembali ke Tiongkok menuju basis yang didirikan oleh Mao, ikut serta dalam Long March. Dikenal sebagai seorang taktikus terbaik dalam Tentara Merah, ia merupakan salah satu dari 10 marsekal pada 1955. Ia bukan saja seorang komandan militer hebat, tetapi juga penulis sejumlah buku berhasil tentang taktik dan perang gerilya. Ia juga menulis kesaksiannya yang panjang tentang Long March, terbit di Hongkong pada 1960.

Liu Jidan (Liu Chitan) (1902–1936). Lahir di Provinsi Shensi, masuk Akademi Militer Huangpu. Ia berdinas di bawah Feng Yuxiang untuk masa singkat. Ketika Feng memilih berpihak kepada Chiang Kaishek, ia melakukan pemberontakan, tetapi segera dipadamkan. Pemberontakan ini masih dipandang sebagai per­mulaan penting perlawanan Komunis di Tiongkok bagian barat laut. Ia membangun basis gerilya di sekitar Bao An, yang menjadi perjalanan terakhir Long March. Ia ditahan selama kampanye pembolshevikan Partai yang dilancarkan oleh Wang Ming, kemudian dibebaskan dari penjara ketika Mao dan Zhou sampai ke basis tersebut Oktober 1935. Ia menyertai Mao dalam ekspedisi ke Provinsi Shansi, mengalami luka-luka dan meninggal.

Liu Shaoqi (Liu Shaochi) (1898–1969). Seperti halnya Mao, ia lahir di Provinsi Hunan, bergabung dengan Mao dalam Kelompok Studi Rakyat Baru. Ia menjadi organisator kaum buruh di Shanghai pada 1920, melawat ke Moskow pada 1921. Ia bergabung ke dalam PKT di Moskow, kembali ke Tiongkok pada 1922 dan aktif dalam serikat buruh di provinsi tempat lahirnya. Setelah terjadi pembantaian Shanghai 1927, ia menyelamatkan dirinya ke Tiongkok Utara, mengorganisasi gerakan buruh, merekrut sejumlah intelektual ke dalam PKT di universitas. Pada 1932 ia diangkat sebagai Ketua Federasi Serikat Buruh seluruh Tiongkok. Pada tahun itu juga ia pergi ke basis Mao di Ruijin untuk mempelajari kemungkinan meningkatkan sektor industri. Ia tidak ikut serta dalam Long March, atau menurut beberapa catatan hanya ikut sebagiannya. Ia bergerak di bawah tanah dalam hubungan dengan Biro Utara. Kebangkitan dirinya karena kemampuannya sebagai organisator, dan juga pengaruhnya di kalangan kaum intelektual di sejumlah universitas di Tiongkok Utara. Sejak 1940-an ia menjadi salah satu teoritikus, menyampaikan sejumlah pidato penting dalam soal organisasi, kepemimpinan dan disiplin Partai. Ia juga menulis sejumlah dokumen penting tentang panduan dan informasi PKT dalam tahun 1941-1945. Dia pula yang menciptakan frasa “Pikiran Mao.” Pada akhir 1950-an karena adanya perbedaan pandangan ekonomi, juga tentang Uni Soviet, maka Mao mulai melakukan ofensif terhadap dirinya. Hal ini memuncak dalam Revolusi Kebudayaan yang didesain untuk menghancurkan Liu Shaoqi.

Lo Ruiqing (Lo Ruiching) (1906–1978). Lahir di Provinsi Sichuan, masuk ke Akademi Militer Huangpu pada 1926. Ikut serta dalam Ekspedisi Utara dan bergabung ke dalam PKT. Ia juga ikut serta di samping Zhou Enlai dalam pemberontakan Nanchang 1 Agustus 1927. Ia bergabung ke basis Mao di Ruijin, selama kampanye pembasmian oleh Chiang Kaishek menderita luka-luka pada 1932. Selama Long March ia berada di Pasukan Front Pertama. Ia bekerja di bawah Peng Dehuai selama kampanye perlawanan terhadap Jepang, kemudian di bawah Ye Jianying dan Nie Rongzhen. Sesudah 1949 ia mendapat jabatan tinggi, termasuk Keamanan Umum, pada 1959 menjadi anggota Komisi Militer yang amat berkuasa itu. Terjadi perselisihan politik dengan Mao sekitar 1963-1964, salah satu artikelnya dipandang sebagai “pro Soviet” oleh Mao. Menjadi salah satu target Revolusi Kebu-dayaan. Penulis melihat kemunculannya kembali dalam pesta banket pada 1973.

Lo Yinung (Lo Inung) (1901–1928). Ikut serta dalam Gerakan 4 Mei 1919 mahasiswa Shanghai, menjadi anggota PKT pada 1921. Ia dikirim ke Moskow untuk studi selama empat tahun. Kembali pada 1925, menjadi organisator pemogokan kaum buruh, termasuk pemogokan buruh kereta api Hongkong-Kanton yang tersohor. Ia bekerjasama dengan Zhou Enlai selama peristiwa 1926-1927 di Shanghai. Ia tertangkap dan dibunuh dalam bulan April 1928.

Ma Jun (1900–1927). Sahabat dan teman sekelas Zhou Enlai di Nankai. Ia seorang Hui Muslim, mungkin ia menjadi anggota PKT atau setidaknya simpatisan pada 1922 atau 1923. Ia seorang anggota Perkumpulan Pencerahan, tewas dalam pembunuhan massal 1927-1929.

Ma Qianli (Ma Tsianli) (1894–1927). Teman sekolah senior Zhou Enlai di sekolah menengah Nankai. Ia seorang yang bergerak cepat dan berani. Ia bekerja sebagai pegawai rendahan di sekolah Nankai tersebut, memberikan bantuan keuangan kepada Zhou. Menurut kenangan teman sekolahnya yang lain, Lio Yungwu, Zhou telah mengirimkan naskah lengkap berdasarkan buku harian penjara kepada Ma untuk diterbitkan pada 1921. Naskah itu diselesaikan oleh Zhou selama berada di kapal Porthos yang membawanya ke Prancis. Ma kehilangan pekerjaannya di sekolah Nankai, selanjutnya menjadi editor sebuah majalah berita. Ia kemudian mendirikan Tajen, sekolah bagi perempuan di Beijing. Deng Yingchao, yang kemudian menjadi istri Zhou, mengajar di sekolah ini seperti halnya Xu Guangping (Hsu Kuangping), yang kemudian menjadi istri Lu Xun (Lu Hsun). Ma Qianli tewas selama pembunuhan massal 1927-1929 yang dilakukan pasukan Chiang Kaishek.

Mao Dzedong (Mao Dzedong; Mao Tsetung) (1893–1976). Namanya terlalu besar untuk dicantumkan dalam catatan biografi pendek ini. Begitu banyak buku biografi yang telah ditulis. Hubungan antara Mao Dzedong dengan Zhou Enlai di sepanjang hidup mereka selama beberapa dekade masih tetap membangkitkan spekulasi di antara para ahli sejarah.

Nie Rongzhen (Nie Jongchen) (1899–1991). Ia salah seorang tokoh militer dan ilmuwan Tiongkok terbesar. Ia memainkan peran besar dalam banyak kejadian sejarah PKT. Ia pergi ke Prancis pada 1919, salah seorang dari 1.600 mahasiswa Tiongkok tahun itu. Setelah beberapa bulan berada di Prancis, lebih dari dua tahun ia masuk ke Universite de Travail, Charleroi yang disponsori oleh Partai Sosialis Belgia. Ia bergabung ke dalam Liga Pemuda Sosialis pada 1922, dan pada 1923 masuk PKT. Zhou Enlai mengunjungi Nie di Charleroi setidaknya dua kali. Nie dapat bicara lancar dalam bahasa Jerman, Prancis, dan Inggris. Pada 1924 ia pergi ke Moskow dan belajar bahasa Rusia. Ia kembali ke Tiongkok pada 1925, ikut ambil bagian dalam pemberontakan Nanchang 1 Agustus 1927. Ambil bagian dalam Long March. Ia banyak terlibat dalam menggalakkan pengetahuan sains serta pembangunan militer. Melakukan kerjasama dengan Zhou Enlai di sepanjang hidupnya. Ia bertanggungjawab dalam pembentukan suatu tim yang kemudian secara independen membangun kekuatan nuklir dan peluru kendali Tiongkok. Kekuatan mental dan fisiknya, visinya yang jauh ke depan, serta kecerdasannya yang tinggi tidak pernah kaget dengan berbagai perilaku aneh politik yang sering menjangkiti rekan-rekannya dalam membuat keputusan penting. Nie tetap sebagai tokoh penting yang berada dalam panteon revolusioner Tiongkok.

Pan Dzenien (1895–1969). Ia kakak Pan Hannien, terkenal di kalangan intelektual, profesor sejarah dan sastra ketika berumur 30-an, editor kemudian direktur dari Xinhua Daily News. Bekerjasama dengan Zhou Enlai dan mendapatkan kepercayaan besar serta dihormati olehnya. Ia melanjutkan pekerjaannya dalam kehidupan akademik sampai meninggalnya.

Pan Hannien (Pan Han Nien) (1905–1970). Bergabung dengan PKT ketika masih sangat muda, pada 1933 menjadi anggota CC. Ia banyak mengambil bagian pada pekerjaan melakukan perantaraan dalam perundingan rahasia dengan Kuomintang, juga dengan para serikat rahasia. Isterinya dari keluarga kaya di Hongkong. Setelah ditahannya Chiang Kaishek di Xian, ia mengambil bagian aktif dalam pembangunan front persatuan anti Jepang. Pada 1952 ia diangkat sebagai Wakil Walikota Shanghai, tetapi kemudian ditangkap pada 1955 sebagai “anti revolusioner,” berada di penjara sampai meninggalnya. Pada 1980 namanya direhabilitasi.

Peng Bai (Peng Pai) (1896–1929). Ia lahir dari keluarga “tuan tanah,” menjadi orang revolusioner dengan penuh semangat, pergi kuliah ke Universitas Waseda, Jepang pada 1918. Di situ ia mengenal ideologi-ideologi Barat dan sosialis. Kembali ke Tiongkok pada 1921, di distrik tempat tinggalnya di Haifeng ia mendirikan asosiasi petani, memaksa kaum tuan tanah untuk menurunkan sewa tanah. Ia juga merekomendasikan berdirinya Institut Pelatihan Gerakan Tani di Guangzhou. Tewas dibunuh dalam pembantaian massal pada 1927-1929 oleh Chiang Kaishek.

Peng Dehuai (Peng Te Huai) (1902–1968). Dalam beberapa hal ia merupakan pahlawan rakyat di Tiongkok. Ia penggembala ternak yang tidak bersekolah formal, kemudian bekerja di tambang, selanjutnya menjadi komandan peleton di militer pada umur 18 tahun. Ia bergabung ke Kuomintang, kemudian PKT pada 1927, berada di basis Mao. Perbuatan gagah beraninya mendapatkan pujian tinggi Mao. Ia dipandang sebagai pendukung Mao paling setia dan terhormat selama Long March. Ia juga mendukung Mao selama sidang di Tsunyi. Ketika di Yenan ia memiliki sejumlah perbedaan dengan Mao dalam hal strategi dan politik militer, hal ini merosot menjadi perselisihan yang berbisa. Sekalipun demikian ia tetaplah seorang tokoh yang menonjol, apalagi selama Perang Korea, ketika ia menjadi panglima relawan Tiongkok. Pada bulan September 1955 ia menjadi salah satu dari 10 marsekal TPR. Perselisihan dengan Mao kembali muncul dalam masa Lompatan Besar ke Depan. Terdapat sejumlah kontroversi yang tidak disebutkan secara terbuka, utamanya dalam hubungan dengan Uni Soviet. Ia dicopot sebagai Menteri Pertahanan pada 1959. Ia hidup dalam keadaan tidak jelas sampai Revolusi Kebudayaan, ia diserang oleh para Pengawal Merah dengan perlakuan buruk sampai meninggalnya pada 1968.

Peng Zhen (Peng Chen) (12 Oktober 1902–26 April 1997 ). Lahir di propinsi Shansi, sejak muda sudah dipengaruhi guru-guru beraliran kiri, dan mengabdikan diri pada gerakan mahasiswa. Di tahun 1926 menjadi anggota partai komunis. Sering memimpin gerakan gerilya di garis-belakang daerah pendudukan Jepang. Menjadi walikota Beijing tahun 1951, cukup sering berkunjung ke luar negeri. Memihak Liu Shaoqi melawan Mao Dzedong. Semasa Revolusi Kebudayaan jadi sasaran dikuyo-kuyo, akan tetapi bisa survive. Diakui masih jadi tokoh yang punya pengaruh, walaupun digolongkan sebagai “konservatif”.

Pu Shouchang (1922– ). Masuk sekolah di St John’s College di Shanghai, selanjutnya kuliah di Universitas Michigan dan Harvard, ia salah seorang pembantu Zhou Enlai paling dekat dari 1954-1965. kemudian ia diangkat sebagai Wakil Menteri Luar Negeri 1979-1982, serta penasihat Akademi Ilmu Sosial Tiongkok.

Qian Jiadung (1924– ). Lahir di Shanghai, masuk Universitas Telekomunikasi Shanghai. Di Shanghai ia diangkat menjadi kepala Departemen Luar Negeri urusan Asia. Kemudian ia menjadi Duta Besar RRT di PBB 1985-1989. Dewasa ini ia duduk sebagai Kepala Chinese Center for International Studies.

Qiao Guanhua (Chiao Kuanhua) (1908–1983). Belajar di Universitas Tsinghua, melanjutkan studi ke Jerman, kembali ke Tiongkok pada 1937. Menikah dengan Gung Peng, pembantu Zhou Enlai ketika di Chongqing. Menyertai Zhou dalam banyak perjalanan keluar negeri, diangkat sebagai Menlu pada 1964. Setelah meninggal isterinya, ia menikah lagi, tapi kesehatannya menurun dan meninggal karena kanker paru-paru. Di tahun-tahun kemudian hidupnya agak buram, karena ia muncul singkat berpihak pada Komplotan Empat menghadapi Deng Xiaoping pada 1975.

Qu Quibai (Chu Chiubai) (1899–1935). Kuliah di Universitas Peking, mendapat pengaruh besar dari Li Dazhao (Li Ta Chao). Ia mengikuti kursus bahasa Rusia gratis di Institut Bahasa Rusia pada 1917, terlibat aktif dalam Gerakan 4 Mei 1919. Ia menjadi koresponden istimewa di Moskow dari salah satu koran penting di Beijing, Shen Bao. Ia menggunakan nama Strakhov untuk banyak artikel yang ditulisnya, menerjemahkan tulisan Lenin, Tesis Tentang Persoalan Nasional dan Kolonial. Menjadi anggota PKT pada 1922, dan pada 1923 kembali ke Tiongkok. Menjadi editor sejumlah penerbitan Komunis, memainkan peran aktif dalam pemberontakan di Shanghai pada 1927. Hal ini menempatkan dirinya pada posisi penting dalam PKT yang kemudian pecah. Ia dijadikan kambing hitam dalam Kongres Partai ke 6, diturunkan jabatannya ketika Stalin mendukung Kelompok 28 Bolshevik. Karier selanjutnya menunjukkan ia tidak cukup efektif sebagai tokoh politik. Ia tidak ikut serta ketika Long March dimulai pada Oktober 1934, ditangkap musuh dan dibunuh pada 1935.

Shi Liang (Shih Liang) (1900–1985). Seorang perempuan pengacara yang brilian, salah seorang dari 7 orang pakar yang mendirikan Federasi Keselamatan Nasional untuk melawan Jepang pada 1931. Pada 1935 ia ditahan bersama enam orang temannya oleh pemerintah Chiang Kaishek. Hal ini menimbulkan kemarahan besar, akhirnya mereka dibebaskan pada 1937. Shi Liang melakukan kerjasama dengan Soong Chingling selama perang melawan Jepang. Setelah 1949 ia dikenal sebagai penyusun undang-undang hukum pidana untuk rezim baru. Ia menjabat sebagai Menteri Kehakiman dari Desember 1954 sampai April 1959. Penulis mewawan-carainya tentang penerapan undang-undang di Tiongkok dalam bulan Juni 1956.

Smedley, Agnes (1892–1950). Seorang pribadi yang berapi-api, ayahnya seorang Indian Amerika, ibunya dari Irlandia, lahir di Missouri dari keluarga miskin. Boleh dibilang ia seorang otodidak. Sudah sejak muda ia mulai menulis, melakukan perjalanan pertama ke Jerman pada 1919 sebagai pramugari kapal laut. Ia kawin dengan seorang komunis dari India, melawat ke Uni Soviet. Selanjutnya ia ke Berlin, mendirikan klinik perencanaan kelahiran. Ia berteman dengan Margaret Sanger, seorang pelopor keluarga berencana. Ia menulis Daughter of Earth yang diterbitkan berseri di Frankfurter Zeitung pada 1928. Selanjutnya melakukan perjalanan ke Manchuria sebagai koresponden istimewa untuk koran Frankfurt tersebut. Ia bersahabat dengan Soong Chingling. Dari 1934 sampai 1936 ia tinggal di Shanghai, tinggal di rumah penulis revolusioner, Lu Xun, menulis laporan tentang Tiongkok. Ia berada di Xian ketika terjadi insiden di kota tersebut pada Desember 1936. Selama 1940 dan 1945 ia melakukan serangkaian perjalanan di Tiongkok, tetapi karena kesehatannya yang sering kurang baik maka ia berkali-kali tinggal di Hongkong. Kembali ke Amerika pada 1945. Pada 1949 ia mendapatkan tuduhan dari para pengikut gerakan MacCarthy sebagai “spion.” Ia berencana melawat kembali ke Tiongkok, tetapi jatuh sakit di London dan meninggal. Ia telah menulis Battle Hymn of China, Scarlet Virtue (tentang kehidupan Zhu De), The Great Road (terbit setelah ia meninggal), dan sejumlah buku lainnya.

Snow, Edgar (1905–1972). Lahir di Kansas City, Missouri. Ketika kuliah di Universitas Colombia, New York, ia juga menjadi reporter. Pada 1928 ia bekerja di Shanghai pada China Weekly Review, melakukan perjalanan ke seluruh pelosok Tiongkok, menulis untuk beberapa berkala Amerika. Pada 1936 ia pergi ke Bao An, berhasil mewawancarai Mao Dzedong dan beberapa pemimpin komunis yang lain. Pada 1937 terbit bukunya yang kemudian menjadi klasik, Red Star over China, yang untuk pertama kali memberitahu dunia tentang kaum Komunis di Tiongkok. Bertemu dengan Franklin Roosevelt pada 1941, sekali lagi pada 1945 sebelum Roosevelt meninggalnya (sebagaimana diberitahukan kepada penulis). Melawat kembali ke Tiongkok pada 1950 dan 1970, meninggal pada 1972 karena kanker.

Soong Chingling (1893–1981). Lahir di Shanghai. Pada usia 16 tahun ia dikirimkan ke Wellesley College untuk perempuan, kembali ke Tiongkok pada 1913, menikah dengan Sun Yatsen, kemudian dalam pembuangan pada 1915. Ia mendukung kegiatan revolusioner suaminya sampai meninggalnya pada 1925. Kedua saudara perempuannya, Ailing dan Meiling, bergabung dengan kelompok di sekitar Chiang Kaishek, demikian halnya dengan saudara lelakinya Soong Tsewen (TV Soong). Pada 1928 Meiling kawin dengan Chiang Kaishek, tetapi Chingling tetap teguh dengan cita-citanya dan mengutuk pembantaian yang dilakukan saudara iparnya. Ia kemudian melawat ke Moskow dan Berlin, kembali ke Shanghai pada 1931, ia tinggal di lingkungan konsesi Prancis, di Jalan Moliere. Ia menjadi pusat kelompok-kelompok perlawanan terhadap invasi Jepang ke Tiongkok, salah seorang organisator Federasi Penyelamatan Nasional. Ia membantu menyelamatkan sejumlah tahanan politik dari hukuman mati yang dilakukan saudara iparnya. Ia berlanjut memberikan pengaruhnya di Chongqing selama perang melawan Jepang. Ia tidak bergabung ke dalam PKT, meskipun ia membantu pengiriman obat-obatan dan senjata ke Yenan selama perang. Atas bujukan Deng Yingchao, isteri Zhou Enlai, ia datang ke Beijing pada Agustus 1949, dan memangku jabatan anggota Dewan Harian Komite Konsultatif Politik Rakyat Tiongkok, yang dalam pelantikannya pada bulan September mendirikan RRT. Ia terus-menerus ikut mewakili proses panjang revolusi sejak Sun Yatsen 1911 dengan revolusi demokratis sampai pada revolusi Komunis pada 1949. Tanpa pernah mengeluh, ia tetap mengritik para pemimpin PKT secara terus terang sebagaimana ia mengritik Chiang Kaishek.

Strong, Anna Louise (1885–1970). Lahir di Nebraska, lulus dari Oberlin. Ayahnya seorang pendeta. Ia melawat ke Uni Soviet sebagai koresponden di Rusia untuk Hearst International News pada 1920 dan di Tiongkok pada 1925 dan bekerja pada sejumlah penerbitan Amerika. Ia kembali ke Moskow pada 1929 dan mengorganisasi penerbitan Moscow News. Pada 1940 melakukan perjalanan ke Chongqing, lalu kembali ke AS. Selanjutnya melawat ke Yenan untuk mewawancarai Mao Dzedong pada 1946. Ia ditangkap selama dilakukannya pembersihan oleh Stalin dan dideportasi ke AS. Ia tinggal di Amerika pada 1950 sampai 1958, lalu balik ke Tiongkok pada tahun itu. Ia menerbitkan Letters from China. Meninggal dalam usia 84 tahun pada 1970. Di antara buku-bukunya, China’s Millions, dan The Chinese Conquer China.

Tao Zhu (Tao Chu) (1906–1970). Masuk militer ketika masih muda, ikut ambil bagian dalam Ekspedisi Utara. Bergabung ke dalam PKT serta ikut dalam perang gerilya. Ia memimpin departemen politik militer untuk bertahun-tahun. Pada permulaan 1950-an ia bertugas di Provinsi Guangdong, pada Januari 1965 menjadi Wakil Perdana Menteri dalam Dewan Negara.

Tsai Chang (Cai Chang) (1900–1992). Adik perempuan Tsai Hosen. Ia studi di perguruan yang maju, Sekolah Perempuan Chounan, mulai belajar politik. Bersama saudara ipar perempuan, Xiang Jingyu, bergabung ke dalam Kelompok Studi Rakyat Baru yang didirikan oleh Mao Dzedong. Ia pergi bersama ibunya ke Prancis dalam program bekerja dan studi pada 1919. Di sana ia bertemu Zhou Enlai, Deng Yingchao, Li Lisan dan yang lain, bergabung ke dalam PKT. Kawin dengan Li Fuchun di Prancis pada 1923. Ia salah seorang dari sedikit perempuan yang ikut serta dalam Long March. Ia menduduki sejumlah jabatan, utamanya sebagai organisator serikat buruh perempuan. Ia salah seorang pemimpin Federasi Perempuan Demokratik Tiongkok. Pada 1950 bersama Deng Yingchao ia menulis rancangan Undang-undang Perkawinan pada 1959, yang memberikan hak perempuan untuk menolak perkawinan yang dijodohkan, larangan pembunuhan bayi perempuan dsb. Untuk bertahun-tahun lamanya ia menjadi anggota Dewan Harian Kongres Rakyat Nasional (KRN).

Tsai Hosen (Cai Hosen) (1890–1931). Ia teman sekolah Mao Dzedong di SD Hunan, kemudian menjadi sahabat dekat pada 1915. Ibunya seorang berpendidikan baik, seorang perempuan yang telah memiliki kesadaran politik, Mao melakukan diskusi kelompok di rumah mereka. Tsai dan Mao memimpin Kelompok Studi Rakyat Baru yang didirikan pada 1918. Banyak dari anggotanya pergi ke Prancis dalam program belajar dan bekerja pada 1919 termasuk saudara perempuan dan isterinya. Tsai ikut serta mendirikan Liga Pemuda Sosialis pada 1921, yang pada 1922 melebur ke dalam pembentukan PKT cabang Prancis. Sehubungan dengan insiden Lyons ia termasuk yang dideportasi. Ia bekerja di Universitas Shanghai, melakukan kegiatan politik. Hadir dalam Kongres ke 6 di Moskow bersama Zhou Enlai. Pada 1931 ia bertugas melakukan kegiatan Partai ke Hongkong, tetapi ia ditangkap dan dibunuh.

Tsai Tingkai (Cai Tingkai) (1892–1968). Lahir di Provinsi Guang­dong, masuk militer pada usia 17 tahun, kemudian bergabung dengan Kuo­mintang. Pada 1927 ia berada di Nanchang dan ikut serta dalam membasmi pem­berontakan kaum komunis. Pada 1932, ia memimpin Pasukan Rute 19 me­lawan invasi Jepang ke Shanghai. Ia dipindahkan ke Provinsi Fujian untuk melawan pasukan Komunis, melakukan pertemuan rahasia dengan Zhou Enlai. Ketika hal itu gagal, maka ia pergi ke Hongkong, selanjutnya melakukan per­jalanan ke Eropa dan Amerika Serikat, baru kembali pada 1937. Ia kembali ber­gabung dengan Kuomintang, tetapi pada 1948 ia bergabung dengan kaum komunis dan mendapatkan perlindungan Zhou Enlai selama Revolusi Kebudayaan.

Wang Bingnan (Wang Pingnan) (1906–1987). Lahir di Provinsi Shaanxi, ia salah seorang diplomat terbaik Tiongkok. Wang Bingnan telah bekerja berdampingan bersama Zhou Enlai sejak pertengahan 1930-an. Ayahnya teman akrab (beberapa orang bilang hubungan saudara karena perkawinan) dengan Jenderal Yang Hucheng. Ia bergabung dengan PKT pada 1925, belajar ke Jerman pada 1931, ia aktif di kalangan mahasiswa Tiongkok dan kawin dengan gadis Jerman, Anna von Kleist. Ia dipanggil kembali ke Tiongkok pada permulaan 1936 oleh Zhou Enlai. Hubungannya dengan Yang Hucheng dimanfaatkan. Untuk jangka panjang ia merupakan asisten Zhou paling handal, ikut serta dalam Konferensi Geneva 1954, selanjutnya bertugas sebagai Duta Besar di Polandia. Ia bertugas di Warsawa selama 9 tahun, masa tugas berkelanjutan paling lama bagi duta Tiongkok di sebuah negara. Ia menjabat sebagai Ketua Asosiasi Persahabatan dengan negara asing pada 1960-an sampai kesehatannya tidak memungkinkan lagi pada 1980-an.

Wang Hungwen (1930–1992). Lahir di Shanghai, seorang buruh. Ketika Revolusi Kebudayaan pada 1967, atas nama kelas pekerja ia mengangkat dirinya sendiri dengan menduduki pabrik tempat ia bekerja. Ia dipilih oleh Madam Mao dan pendukungnya, dengan cepat meroket dalam hierarkhi Partai menjadi Wakil Ketua Partai pada 1975. Ia ditahan bersama Komplotan Empat yang lain, meninggal pada 1992 karena kanker hati.

Wang Li, Guan Feng (Kuan Feng), Qi Penyu (Chi Penyu). Biasanya ketiga orang ini dirujuk sebagai trio Wang-Guan-Qi. Qi Penyu, editor koran Red Flag dan pada 1966 bergabung ke dalam Kelompok Petugas Revolusi Kebudayaan (KPRK). Wang Li berhubungan dengan koran tersebut, melakukan serangan dengan kekerasan terhadap Walikota Beijing, Peng Zhen pada 1966. Guan Feng juga seorang wartawan. Trio ini melakukan operasi bersama, melecehkan banyak kader Partai, dengan artikel-artikel mereka menghasut para Pengawal Merah untuk melakukan tindakan kekerasan. Mereka jatuh ke dalam ketidakjelasan pada 1968–1969.

Wang Ming (dikenal juga dengan nama Chen Shaoyu) (1904–1974). Bersekolah di Shanghai, menjadi anggota PKT pada 1925, dikirimkan ke Moskow bersama kira-kira 50 mahasiswa yang lain. Karena kefasihannya dalam bahasa Rusia ia mengangkat dirinya sebagai pemimpin kelompok yang disebut 28 Bolshevik. Bertindak sebagai penerjemah agen-agen Komintern di Tiongkok, tetapi sebagian besar waktunya selama 1920-an berada di Uni Soviet. Ia melakukan perjuangan internal melawan Li Lisan, dalam hal ini Wang Ming didukung oleh Komintern, kelompoknya kemudian mengambilalih kepemimpinan Partai. Ia balik kembali ke Uni Soviet pada 1956 dan melakukan perlawanan terhadap Mao Dzedong dalam banyak artikelnya sampai meninggalnya pada 1974.

Wei Guoqing (Wei Kuoching) (1908–1989), beberapa orang menyatakan ia lahir pada 1914. Ia berasal dari suku minoritas Zhwang (Chuang), di Provinsi Guangzhi. Ia seorang petani revolusioner pemula yang dipengaruhi oleh keluarganya (Wei Pachun, yang mendirikan tempat pelatihan petani). Ia juga bergabung ke dalam pasukan gerilya Komunis pertama. Ia dipercaya melakukan sejumlah misi semasa hubungan antara Kuomintang dengan pihak Komunis yang tidak menentu, selanjutnya diikuti Perang Dunia II. Pengalaman menunjukkan ia seorang komandan militer yang mumpuni. Ia memegang jabatan kunci di Provinsi Fujian sampai pertengahan 1950-an, suatu daerah sensitif karena dekatnya dengan Taiwan. Selama Revolusi Kebudayaan ia memainkan peran amat penting dalam meredam amuk para Pengawal Merah. Ia juga berjasa besar dalam memimpin pengiriman bantuan ke Vietnam selama perang melawan kolonialisme Prancis, juga dalam membantu Jenderal Giap meraih kemenangan di Dien Bien Phu pada 1954.

Wu Han (1909–1969). Lahir di dekat Shanghai dari keluarga miskin, menghidupi diri sendiri dengan bekerja dan belajar, kemudian menjadi sejarawan ternama. Pada 1944 ia bergabung ke dalam Liga Demokrasi Tiongkok, membantu banyak orang komunis di kalangan buruh dan mahasiswa yang bergerak di bawah tanah. Men­jadi Wakil Walikota Beijing di bawah Peng Zhen. Ia juga memegang jabatan terhormat bidang pendidikan, tetapi kemudian menjadi target Revolusi Ke­budayaan ketika ia menulis lakon yang dipandang sebagai pembelaan terhadap mantan Menteri Pertahanan, Peng Dehuai. Ia meninggal dalam keadaan tidak jelas.

Wu Huanxin (George Wu) (1912–1986). Lahir dari keluarga Tionghoa Perantauan di Mauritius, kuliah di Universitas Aurore, Shanghai, melanjutkan ke Brussels dalam spesialisasi penelitian kanker. Ia kembali ke Tiongkok berhadapan dengan klinik kanker dengan sistem radium dari Belgia. Ia berlanjut selama berpuluh tahun dengan penelitian dan pengobatan kanker. Ia mendirikan bagian studi tumor yang pertama serta meletakkan dasar studi kanker di seluruh Tiongkok, utamanya kanker kerongkongan. Pada 1985 ia mendapat penghargaan French Order of Merit, meninggal karena leukemia yang sudah lanjut.

Wu Quanheng (1920– ). Sekolahnya di Shanghai, ikut serta dalam demonstrasi anti-Jepang pada 1935. Pergi ke Yenan untuk bergabung ke dalam pasukan gerilya Komunis pada 1938. Bertugas di Chongqing di kantor Zhou Enlai sebagai peliput berita dan juga penerjemah. Ikut ambil bagian dalam banyak konferensi internasonal dan menjabat sebagai wakil Tiongkok di Unicef. Ia isteri Hu Sheng, Ketua Akademi Ilmu Sosial.

Wu Xiuquan (Wu Hsiuchuan) (1909– ). Ketika muda aktif dalam gerakan mahasiswa, belajar di Moskow 1927-1930. Bergabung ke dalam basis Mao di Ruijin, bertindak sebagai penerjemah resmi bagi agen Komintern. Ia aktif dalam kemiliteran, kemudian dalam urusan luar negeri. Pada 1950 menyertai Zhou Enlai ke Moskow. Ia tokoh yang berperan dalam Kementerian Luar Negeri dan mengambil bagian penting dalam sejumlah delegasi ke sejumlah negeri.

Xi Jungxun (Hsi Chungshun) (1910 atau 1912– ). Lahir di Provinsi Shaanxi, salah seorang komandan TPR menonjol. Ia bergabung ke dalam Korps Pemuda Komunis pada umur 14 tahun. Ia kemudian menjadi Wakil Presiden Majelis Nasional. Kisah yang ada di buku ini yang berhubungan dengan dirinya diceritakannya kepada penulis pada Oktober 1988, ketika itu ia mengaku berumur 80 tahun. Tetapi mungkin seperti kebanyakan orang Tionghoa, menambah umurnya dengan satu atau dua tahun.

Xia Yan (Hsia Yen) (30 Okt, 1900–6 Feb. 1995). Seorang penulis lakon dan direktur film terkenal. Bergabung ke dalam Partai pada 1924 atau 1925, memegang peran penting dalam Liga Penulis Sayap Kiri di Shanghai. Ia menulis memoarnya.

Xiang Jingyu (Hsiang Ching Yu) (1895–1928). Isteri Tsai Hosen, salah seorang tokoh perempuan pelopor dan sangat aktif dalam gerakan perempuan revolusioner Tiongkok pada permulaan abad 20. Lulus pada 1915 dari sekolah perempuan progresif, ia mendirikan sekolah dasar. Bersama teman sekolahnya, Tsai Chang, saudara perempuan Tsai Hosen, mengatur pengiriman perempuan muda untuk belajar ke Prancis pada 1921. Ia dideportasi bersama suaminya dari Prancis, selanjutnya aktif di kalangan perempuan buruh tekstil di Shanghai. Bersama suaminya ia belajar ke Rusia di Universitas Khusus Ketimuran selama setahun. Kembali ke Tiongkok, menjadi organisator buruh perempuan di Wuhan. Ia ditangkap pada musim semi 1928 dan dibunuh pemerintah Chiang Kaishek.

Xiang Zhungfa (Hsian Chungfa) (1888–1931). Ia seorang buruh, belajar pada sekolah malam pemberantasan butahuruf yang didirikan Partai. Menjadi organisator buruh tambang batubara melakukan pemogokan, sampai mencapai kedudukan sebagai sekretaris jenderal gerakan buruh. Ia dikirim ke Moskow sebagai wakil kelas buruh Tiongkok pada 1925. Kembali ke Tiongkok pada 1927, karena adanya politik memuliakan “kelas buruh” maka ia diangkat ke dalam posisi pemimpin. Ia berkhianat terhadap Partai, memberikan penga­kuannya kepada musuh, tetapi hal itu tak dapat menyelamatkan dirinya, ia dibunuh pemerintah Chiang Kaishek.

Xiang Ying (Hsiang Ying) (1898–1941). Hanya bersekolah dasar. Pada 1921 menjadi anggota Partai. Ia ikut aktif dalam serikat buruh, organisator serikat buruh kereta api Peking-Hankow, bergerak di bawah tanah setelah penindasan terhadap buruh pada 1923. Ia sebentar muncul di Moskow pada 1928-1929, bergabung ke dalam basis Mao di Ruijin 1931. Ikut bertempur melawan kampanye pembasmian Chiang Kaishek. Ketika dilakukan Long March, ia bersama Chen Yi tetap ditugaskan di basis tersebut. Ia mempunyai sejumlah perbedaan pandangan dengan Mao dalam beberapa kesempatan. Pada 1938 ia ditunjuk sebagai komandan Pasukan Baru ke 4 yang baru dibentuk. Menurut beberapa laporan ia tidak dapat bekerjasama dengan Ye Ting, sejak itu kegiatannya dalam pasukan tersebut sulit diketahui, rupanya Mao menyalahkan dirinya terhadap tragedi yang terjadi. Ia tewas dalam insiden yang menyangkut pasukannya pada Januari 1941.

Xiung Xianghui (Hsiung Hsianghui) (1917– ). Ia putra seorang pengacara terkenal, menunjukkan patriotismenya ketika terjadi invasi Jepang dengan menjadi “informan” Zhou Enlai. Ia menjabat sebagai kepala seksi di Deplu pada 1960, diangkat sebagai kuasa usaha RRT di Inggris untuk beberapa tahun lamanya.

Xu Teli (Hsu Teli) (1877–1968). Guru Mao Dzedong dan banyak pelajar Hunan yang lain. Ia telah memberikan pengaruhnya kepada para murid akan “pikiran baru,” yang mengarah kepada revolusi. Pada akhir 1919, ia melawat ke Prancis, terlepas dari umurnya sebagai seorang “pelajar.” Kembali ke Tiongkok pada 1924. Ia menjadi penganut Marxisme ketika berumur 49 tahun. Ia ikut ambil bagian dalam pemberontakan Nanchang pada 1 Agustus 1927. Pada 1928 meninggalkan Tiongkok ke Uni Soviet. Ia juga berhasil mengikuti Long March meski pada saat itu sudah berusia 57 tahun. Seorang yang tenang dan selalu terkendali, telah berusia lanjut tetapi tetap bersemangat muda, patut tetap diingat.

Xu Xiangqian (Hsu Hsiangchian, dikenal juga dengan nama Xu Maju ke Depan) (1901–1992). Sebagai pemuda ia pergi ke Guangdong masuk ke Akademi Militer Huangpu, bergabung ke dalam Kuomintang pada 1924, tetapi ia menjadi pro komunis dan masuk ke PKT setelah terjadinya perpecahan antara kedua partai. Ikut serta dalam pemberontakan yang dipersiapkan buruk pada Desember 1927 di Kanton (Guangzhou). Ia melarikan diri ke Shanghai, kemudian bergabung ke basis Zhang Guotao yang didirikan pada 1929. Ia membantu Zhang membangun basis yang lain di Sichuan Utara, ketika basis pertama tak lagi dapat menampung. Ia bergabung pada Mao Dzedong dalam Long March di Maoerkai. Terlibat dalam pertentangan antara Zhang Guotao dengan Mao Dzedong, akhirnya berpihak pada Mao. Ia memiliki karier militer terhormat, salah satu dari 10 marsekal pada September 1955.

Yang Hucheng (1893–1949). Lahir dari kalangan petani miskin. Sejak muda ia sudah menjadi perwira militer, ikut dalam rentetan panjang perang dari 1911-1929. Kemudian ia bergabung ke dalam pasukan Kuomintang, berada di bagian barat laut Tiongkok ketika pasukan Chiang Kaishek beralih memerangi kaum komunis. Yang bukanlah seorang komunis, akan tetapi ia tidak setuju dengan pembantaian yang terjadi, kemudian ia menarik diri ke Jepang pada 1928. Ia kembali dalam bulan November, memimpin pasukan lamanya untuk memerangi rajaperang Feng Yuxiang yang melakukan perlawanan terhadap Chiang Kaishek. Ia tetap berada di Provinsi Shaanxi dan diperintahkan untuk “melikuidasi” para “bandit Merah.” Hal ini melanggar rasa patriotismenya, bersama Zhang Xueliang, ia bekerjasama dalam menahan Chiang Kaishek di Xian dalam bulan Desember 1936. Juli 1937 ia melawat ke Eropa bersama istri dan anak keduanya. Ketika kembali ke Tiongkok, ia dipenjarakan bersama keluarganya. Mereka dipindahkan dari satu penjara ke penjara lainnya, dibunuh pada September 1949 oleh Dai Lee, kepala polisi rahasia Chiang. Lihat The Life of General Yang Hucheng, Hongkong, 1981.

Yang Xianji (1915– ). Ia sangat dikenal oleh komunitas Barat di Beijing, berasal dari keluarga pejabat. Ia belajar di Inggris, kawin dengan seorang gadis Inggris, Gladys Taylor. Keduanya mengabdikan dirinya dalam membangun Foreign Languages Press di Beijing, keduanya dikenal dalam lingkaran sastra. Selama Revolusi Kebudayaan mengalami banyak kesulitan, tetapi mereka tetap dapat melakukan kegiatan di bidang yang mereka pilih. Biografi dirinya diterbitkan di Inggris pada 1993.

Yao Wenyuan (1931–23 Desember 2005). Wartawan, penulis polemik, namanya meroket setelah dipilih oleh Madam Mao untuk melakukan serangan terhadap Walikota Beijing, Wu Han, dalam satu artikel yang muncul di koran Shanghai Wen Wei. Pem­beri arahan kepada suatu tim penulis Komplotan Empat, umumnya dipandang sebagai penyambung lidah Madam Mao. Ditangkap bersama anggota Komplotan Empat yang lain, dipenjara untuk seumur hidup.

Ye Jianying (Yeh Chienying) (1898–1986). Memberikan sumbangan cukup besar terhadap revolusi Tiongok. Lahir di Meixian (Meihsien), sebuah distrik yang dihuni suku Hakka (lihat Han Suyin, The Crippled Tree, 1965). Ia mewarisi tradisi perlawanan suku Hakka. Ikut serta dalam Long March, salah satu dari 10 marsekal TPR pada 1955. Ia sangat tersohor memimpin pengambilalihan kekuasaan tanpa menumpahkan darah pada 1976 dengan menahan Madam Mao beserta pendukungnya.

Ye Junjian (1914–1999). Seorang pujangga dan penerjemah. Ia studi ke Inggris, kembali ke Tiongkok bergabung ke dalam seksi bahasa asing pada majalah Chinese Literature. Salah seorang penulis menonjol pada 1950-an dengan buku-bukunya tentang daerah pedalaman. Beberapa bukunya dalam bahasa Inggris terbit di Inggris.

Ye Ting (1897–1946). Lahir di Provinsi Guangdong. Pada umur 16 tahun ia masuk sekolah militer yang kemudian menjadi Akademi Militer Baoding (Paoting). Ia mendukung Sun Yatsen, mungkin bertemu Zhou Enlai dalam salah satu acara di Akademi Militer Huangpu. Ia membentuk resimen yang independen, ikut ambil bagian dalam pemberontakan Nanchang 1 Agustus 1927, sesuatu yang menentukan karier dirinya. Ia disebut sebagai salah satu dari empat tokoh penting dalam pemberontakan ini bersama Ho Lung, Zhu De, dan Zhou Enlai – pemberontakan Nanchang 1 Agustus 1927 itulah tanggal yang melahirkan Tentara Merah Komunis. Ia tewas dalam kecelakaan pesawat pada 1946.

Yen Fangsun (Yen Hsiu, atau Yen Xiu) (1860–1929). Seorang terpelajar menonjol yang mendapat pendidikan model lama, akan tetapi ia juga seorang reformis bersemangat. Ia berusia sekitar 20 tahun ketika Ratu Janda Kaisar mengakhiri usaha reformasi. Hal ini membuatnya melakukan perlawanan terhadap Kekaisaran Manchu. Ia mengabdikan dirinya menggalakkan “ajaran baru” selanjutnya mencurahkan tenaganya untuk ikut mendirikan Sekolah Menengah Nankai, kelak menjadi Universitas Nankai. Ia membantu Zhou Enlai dalam keuangan seperti juga halnya dengan banyak siswa lain.

Zhang Boling (Chang Poling) (1876–1951). Lahir di Tianjin dari kalangan pejabat, mengabdikan bakatnya pada pendidikan modern. Mula-mula ia mengajar di sekolah yang didirikan oleh Yen Fangsun dan sekolah lainnya yang meng­hendaki reformasi pendidikan. Mendirikan sekolah Nankai bersama Yen Fangsun pada 1906. Ia memeluk agama Kristen, tertarik pada kegiatan YMCA di Tiong­kok. Pada 1918 sekolah ini menjadi Universitas Nankai. Ketika dibom oleh pesawat Jepang pada 1937, ia memimpin eksodus dari Tiongkok Utara yang diduduki Jepang ke Provinsi Sichuan. Setelah perang ia menerima banyak penghargaan dari sejumlah universitas Amerika Serikat karena pengabdiannya pada pendidikan kaum muda Tiongkok.

Zhang Chunqiao (Chang Cun Chiao) (1917–21 April 2005). Lahir di Provinsi Shandong, ketika muda terkenal sebagai penulis polemik. Pengaruhnya terhadap pers dan media komunis lainnya dapat dikenali pada 1960-an. Ia bergaul dekat dengan Madam Mao, dalam kenyataannya sering dipandang sebagai otak sebenarnya dari klik tersebut yang terkenal dengan nama Komplotan Empat. Ditangkap pada Oktober 1976, dihukum pada 1983.

Zhang Guotao (Chang Kuotao) (1897–1974). Kepribadiannya tetap bersifat ambigu. Ia seorang fanatik, berkemampuan tinggi dan seorang revolusioner, tetapi sebagai yang dikatakan Zhou, kurang membuat kajian mendalam – kurang pengendalian diri. Ia salah seorang dari 11 orang pendiri PKT di Shanghai pada Juli 1921. Pada akhir 1921 ia meninggalkan Tiongkok menuju ke Moskow, dipilih oleh Komintern, ia mempunyai hubungan erat di tahun-tahun berikutnya. Kariernya yang beraneka ragam kita dapatkan dari catatan yang dibuatnya sendiri, disiarkan di Ming Bao, Hongkong jilid I, No.3-12 (1966). Ia dipecat dari PKT, selanjutnya tinggal di Kanada dan Amerika Serikat sampai meninggalnya.

Zhang Wenjing (Chang Wenjing) (1920–1989). Lahir di Beijing, masuk di Universitas Tsinghua, salah seorang staf Zhou Enlai ketika di Chongqing, anggota delegasi ke Konferensi Geneva April 1954. Bertindak sebagai sekretaris Zhou Enlai selama bertahun-tahun seperti halnya isterinya, Zhang Ying (Chang Ying). Kemampuannya tidak diragukan, ia mendapatkan promosi cepat sebagai Duta Besar di Pakistan, Kanada, dan Amerika Serikat pada akhir 1970-an. Menjadi Ketua Asosiasi Persahabatan dengan negeri-negeri asing pada 1980-an. Meninggal dengan tiba-tiba karena serangan jantung.

Zhang Wentian (Chang Wen Tian) (1900–1976). Lahir dari kalangan pejabat, melawat ke Amerika Serikat dengan biaya sendiri, selanjutnya kembali ke Tiongkok untuk mengajar. Di bawah pengaruh sastrawan Mao Dun, ia membuat terjemahan di bawah nama Lo Fu. Pada 1925 ia menjadi anggota PKT, melawat ke Moskow kemudian bergabung bersama 28 Bolshevik. Sekalipun demikian kemudian ia berkembang ke arah yang sama sekali bertentangan dengan para rekannya. Ia ikut ambil bagian dalam Long March, membentuk triumvirat bersama Zhou Enlai dan Mao untuk waktu pendek. Ia bekerjasama dengan Zhou dan ditunjuk sebagai Wakil Menteri Luar Negeri. Setelah dicurigai sebagai berpihak kepada Peng Dehuai dalam sidang di Lushan pada 1959, keadaannya tidak diketahui dengan jelas.

Zhang Xueliang (Chang Hsuehliang) (1898–2001). Dikenal juga sebagai Marsekal Muda, putra Chang Taolin, seorang rajaperang terkenal. Ia mewarisi mengontrol Manchuria ketika ayahnya tewas karena bom yang dipasang agen Jepang dalam kereta api pada 1928. Ia dipandang sebagai tokoh yang tidak efektif, kecanduan obat, tetapi sebaliknya ia membuktikan dirinya sebagai patriot, yang bersama Yang Hucheng mengatur penangkapan Chiang Kaishek untuk memaksanya melakukan perlawanan terhadap Jepang pada 1936. Ketika Chiang dibebaskan, ia menyertainya ke Nanjing untuk menunjukkan loyalitas ksatria dirinya. Ia diajukan ke pengadilan militer dan dijatuhi hukuman 10 tahun. Ia dibawa ke Taiwan oleh Chiang, selama empat dekade ia berada dalam pengawasan. Hanya belakangan ini ia dibebaskan dan melakukan perjalanan keluar negeri.

Zhao Shiyen (Chao Shiyen) (1901–1927). Pada usia muda menunjukkan bakatnya menulis, pada 1917 belajar bahasa Prancis sebagai persiapan ke Prancis dalam program bekerja dan studi. Berkenalan dengan Zhou Enlai serta bekerjasama dengannya. Ia menjadi sekretaris PKT cabang Prancis pada 1922. Pada 1923 melawat ke Moskow, kembali ke Tiongkok pada 1924. Selama pemberontakan kaum buruh permulaan 1927, ia berada di Shanghai bersama Zhou Enlai. Ia tertangkap dan dibunuh pada 1927 selama pembantaian.

Zhou Peiyuan (Chou Peiyuan) (1902–25 November 1993). Salah seorang ahli fi­sika terbaik Tiongkok, studi di AS pada 1925, kembali ke Tiongkok pada 1929, mengajar di Universitas Tsinghua. Ia ambil bagian dalam banyak komisi pe­ren­canaan keilmuan. Melakukan serangkaian penelitian sains dasar. Penulis melakukan percakapan panjang tentang subyek tersebut selama Revolusi Kebudayaan 1969.

Zhu De (Chu Te) (1886–1976). Ia merupakan tokoh paling berwarna di antara tokoh-tokoh di seputar Mao Dzedong dan Zhou Enlai. Berada di Nanchang bersama Zhou ketika meletus pemberontakan 1 Agustus 1927. Ia salah satu tokoh militer utama selama Long March (lihat Agnes Smedley, The Great Road: The Life and Times of Chu Teh, London, 1958, berisi kisah yang agak diromantisasi). Ia menjadi marsekal pertama di antara 10 marsekal Tentara Pembebasan Rakyat (TPR)  pada September 1955. Ia menduduki sejumlah jabatan penting dan tetap populer di sepanjang hidupnya karena integritas pribadinya, dan kenyataan bahwa ia tidak pernah terlibat dalam perjuangan meraih kekuasaan. Ia memang diserang dengan poster-poster selama Revolusi Kebudayaan, tetapi selebihnya ia tidak diganggu.


Zhu Qing (1924– ). Bersekolah di Shanghai dan Beijing. Sejak muda terlibat dalam gerakan mahasiswa, pergi ke Yenan, direkrut di kantor Zhou Enlai sebagai penterjemah dan peliput berita. Menjadi istri Tian Jin yang pernah menjadi duta RRT di Swiss. Keduanya kini (1992) aktif dalam organisasi internasional.
******
Subowo bin Sukaris
HASTA MITRA Updated at: 8:00 PM