Dahsyatnya mesin politik Orba menyanggah Tragedi 1965

Dahsyatnya mesin politik Orba menyanggah Tragedi 1965

mbah subowo bin sukaris

Seorang petinggi NKRI (23/4) dalam media online mengatakan bahwa ia tidak percaya adanya jumlah korban sangat besar pada 1965-1966. Kembali ke masa silam.... Desember 1965, begitu terjadi pembunuhan besar-besaran di Jawa Tengah dan Jawa Timur, juga di Bali -- dalam memoar Oei Tjoe Tat -- Bung Karno bergegas mengirim beberapa ahli hukum kepercayaannya untuk mendata korban di tiap-tiap provinsi.

      Hasil yang diberikan para ahli hukum itu cukup akurat dan teliti dengan jumlah total korban seluruh NKRI antara 500.000 s/d 1.500.000 jiwa. Dokumen resmi lansiran pemerintah Bung Karno tentu saja ada, dan bisa dicari untuk membuktikan hal itu!
      Salah satu contoh gambaran mereka yang disebut sebagai korban tragedi 65 yang dibuang di Pulau Buru jelas sekali ada dokumennya, bahkan sudah dalam bentuk buku! Bahkan buku itu sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing.
     Dokumen resmi pemerintah Bung Karno, kajian akademis yang secara ilmiah dan secara ilmu pengetahuan diakui keabsahannya. Itu semua merupakan bukti otentik yang ada dan tersimpan serta tersebar di mana-mana. Di perpustakaan Leiden misalnya tentu tersedia dokumen komplit sekali, juga di Berkeley. Bukti-bukti itu tertulis, dan sepanjang jaman akan tetap abadi. Langkah awal pemerintah NKRI ialah mengakui keberadaan dokumen ilmiah yang diakui para akademisi internasional itu memang benar-benar ada.
      Dari tahun ke tahun persoalan Ham 1965 tak kunjung usai.
     "Memohon atau meminta pemerintah RI yang berkuasa mulai pemerintahan Soeharto hingga saat ini pemerintah Jokowi agar menghukum pelaku kejahatan tragedi 1965, atau paling tidak mengakui telah terjadi peristiwa yang menelan korban luar biasa pada 1965-1966. Itu mustahil....," kata Pramoedya Ananta Toer, sastrawan nominasi Nobel 1980-an.
     "Bagaimana mereka mau sukarela menyerahkan batang lehernya untuk dipenggal?" sambung Bung Pram.
     Dokumen Pulau Buru yang dibukukan itu jelas digambarkan siapa korban dan siapa pelakunya.....apa kesalahan yang dituduhkan kepada korban sehingga dilakukan eksekusi (kerja paksa) oleh pelakunya. Dalam dokumen itu jelas mereka sebagai para TaPol (tahanan politik) karena mereka semua bukanlah kriminal.
     Sebagai ilustrasi Petrus pada 80-an (penembakan misterius) yang resmi diakui oleh penguasa orba, selanjutnya diralat/direvisi dan dihapus dari cetakan berikutnya buku memoar Presiden Soeharto (Ramadhan KH). Merupakan proses hukum yang diambil tanpa melalui putusan pengadilan. Itulah contoh bagaimana peristiwa tragedi 65 terjadi. Semua dihukum tanpa proses pengadilan...Aceh, Lampung, Tanjukpriuk, idem dito dengan modus yang sama dengan skala besar pada peristiwa 65.
     Tanpa proses pengadilan, maka mustahil menemukan dokumen-dokumen mengenai para terdakwa atau yang disebut sebagai si korban tragedi 65.
     Pelakunya jelas, juga kaki tangannya pada peristiwa 65 jelas juga, oleh sebab itu tidak perlu lah mengharapkan seperti yang dimustahilkan oleh Bung Pram di atas.
     "Sejarah akan ditulis oleh sang pemenang....." begitulah yang terjadi dalam sejarah bangsa-bangsa dunia. Yang kalah tak ada tertulis dalam sejarah.
     "Mikul dhuwur, mendem jero...." suatu pepatah Jawa bagi laku sang pemenang.... memikul tinggi-tinggi, memendam dalam-dalam.
      Kajian ilmiah peristiwa 65, memang ada berbagai versi. Versi Bung Karno sebagai dalang, versi PKI sebagai dalang, versi Soeharto sebagai dalang, versi CIA sebagai dalang, dan versi-versi lainnya.
     Versi-versi tersebut (belum jelas mana yang paling benar) konon cuma sebagai pembuka jalan sebelum peristiwa tragedi besar-besaran yang sesungguhnya dan menelan jutaan korban benar-benar terjadi. Versi pembuka menelan tujuh korban dari pihak militer sekelas perwira tinggi. Sedangkan tragedi selanjutnya itulah yang menelan ratusan ribu atau jutaan korban. Lantas siapa pelaku pembuka, dan siapa pelaku sesungguhnya dengan jatuhnya korban besar-besarnya yang selama bertahun-tahun dipermasalahkan oleh pihak tertentu dan tidak kunjung selesai? Dan apa motif semua itu? Perebutan kekuasaankah?
"Nabok nyilih tangan...." itu istilah Jawa salah satu bentuk melakukan kejahatan yang sulit untuk dilacak pelaku sesungguhnya.
     Ujungnya adalah sebagai ini Pemerintahan Soekarno jatuh digantikan pemerintahan Orde Baru Soeharto. Yang belakangan ini berkuasa sepanjang 32 tahun.... Sedangkan yang pertama (Soekarno) wafat dalam tahanan Orde Baru.

*****



Subowo bin Sukaris
HASTA MITRA Updated at: 11:00 AM